Sabtu, 31 Maret 2012

Psikologi Pendidikan


PEMBAHASAN

2.1 Karakteristik Pada Fase Orok
Masa orok merupakan masa perkembangan yang terpendek dalam kehidupan manusia. Fase orok biasanya dimulai dari sejak lahir sampai usia dua minggu. Masa orok dibagi dalam dua masa, yakni masa pertunate yang berlangsung selama 15-30 menit pertama sejak lahir sampai tali pusatnya digunting, dan masa neonate yaitu diguntingnya tali pusat sampai usia dua minggu. Pada fase ini sangat bergantung pada orang lain terutama ibunya.
Usia 0.0-0.2 Minggu disebut dengan fase orok, pada awal masa orok gerakan-gerakan bayi masih banyak yang muncul dari instingnya, menjelang usia 7-8 bulan, perasaan atau emosi bayi mulai muncul, walaupun rasio atau pikirannya belum berfungsi sama sekali. Pada usia 12-14 bulan, bayi mulai mengenal lingkungannya, baik lingkungan fisik ataupun sosial. Bayi mulai bisa membedakan benda-benda dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Secara bertahap, bayi mulai memahami hubungan antar “kata” dengan apa atau siapa saja yang ada di sekitarnya. Dan untuk itu, bayi mulai memerlukan alat ekspresi yang disebut “bahasa”. Mulai masa inilah bayi mulai belajar mengenal bahasa dari sekitarnya. Pemerolehan bahasa pada bayi sangatlah bertahap yang di bagi dalam beberapa fase.
Pada fase orok memiliki karakteristik perkembangan sebagai berikut :
1.      Perkembangan fisik, Pada saat lahir, umum nya berat badan orok kira-kira 3,5 kg dan panjangnya 50cm. Laki-laki biasanya agak lebih berat dan lebih panjang daripada perempuan. Kepalanya kira-kira ¼ dri panjang badannya. Bernafas, makan dan pembuangan selama lahir melalui plasenta. Pada saat lahir biasanya terdengar jerit tangis, itulah dimulainya peru-paru berkembang dan memulai pernafasan. Bila orok merasa lapar biasanya bibir orok akan bergerak-gerak jika disentuh. Denyut nadi orok lebih cepat berkisar antara 130-150 denyutan namun ketika beranjak anak-anak denyut ndi pun akan berkurang hingga beranjak dewasa.
2.      Kegiatan – kegiatan Orok
a. Kegiatan menyeluruh, Kegiatan ini mencakup kegiatan-kegiatan umum dari seluruh badan. Misalnya, apabila tangan kirinya dirangsang (dicubit) maka tidak hanya tangan kirinya yang bergerak tetapi juga tangan kanannya, dan bahkan ia mendendangkan kakinya dan akhirnya menangis bila rangsangan itu terlalu kuat.
b. Kegiatan khusus, Kegiatan ini mencakup kegiatan-kegiatan reflex yang merupakan respon yang tidak disadari terhadap perangsang-perangsang tertenyu. Misalnya bila bibir ibu menyentuh bibirnya maka ia akan menjulurkan lidahnya atau mengibaskan kaki bila kakinya dielus, menguap, bersin dan lain-lain.
3.      Vokalisasi , Perkembangan vocal (suara) dimulai, dengan menangis yang biasanya dimulai sejak lahir. Maksud tangisan adalah untuk mengembangkan paru-paru sehingga memungkinkan pernafasan dan penyediaan oksigen yang cukup bagi darah. Orok juga sekali-kali mengeluarkan suara yang terjadi begitu saja tanpa mempunyai maksud tertentu. Misalnya mengucapkan “eh”. Suara itu perlahan berkembang menjadi mengoceh yang selanjutnya akan menjadi bercakap.
4.      Perkembangan Kepribadian, Sifat fisik dan spikis yang menjadi dasar kepribadian berasal dari sifat-sifat kebakaan yang menjadi matang. Perkembangan kepribadaian ini disamping dipengaruhi oleh factor kebakaan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama kasih saying ibu. Masa ini ditandai oleh ketergantungan yang penuh kepada orang lain (ibu) dengan kasih sayangnya.


2.2 Karakteristik Pada Fase Bayi
Masa bayi dimulai sejak berakhirnya masa orok biasanya setelah dua minggu sampai dua tahun. Bayi sudah tidak terlalu tergantung pada orang lain. Hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya kemampuan bayi. Fase Bayi merupakan fase perkembagan pertama manusia di muka bumi, sebagai manusia baru, bayi dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya, seakan-akan pasif, dan  pada fase ini seluruh waktunya dihabiskan hanya dengan tidur, minum serta makan, berperilaku spontan serta bereaksi dengan lingkungan sekitarnya.
Pernyataan diatas sesuai dengan Firman Allah dalam Surat An-Nahl Ayat : 78 yang  artinya : “Dan Allah Mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu  bersyukur (78).
Pertumbuhan pada masa bayi terlihat menonjol  dalam fisik maupun psikologis. Lambat laun, melalui perkembangannya seorang bayi mulai menurunkan ketergantungannya dengan kemampuan untuk bisa duduk, berdiri, berjalan, berlari serta memanipulasi objek disekitarnya. Masa bayi sesungguhnya merupakan fondasi dari periode kehidupan mendatang, yakni fondasi dari berbagai pola perilaku, sikap dan emosinya. Masa bayi juga merupakan usia yang rapuh, baik untuk fisik, penyakit maupun kecelakaan serta perkembangan psikologisnya.
Tugas perkembangan pada masa bayi adalah :
1.         Belajar berjalan,
2.         Memakan makanan yang keras,
3.         Mampu mengontrol organ-organ tubuhnya,
4.         Mencapai kemantapan fisiologis baik untuk makan dan tidur,
5.         Belajar berbicara,
6.         Belajar berhubungan secara emosional dengan orang tua dan saudara-saudaranya, dan
7.         Pada akhir masa bayi bayi telah mampu berkata-kata dengan pengucapan yang baik dan benar serta
8.         Memiliki kemampuan memahami pembicaraan orang lain dan menjalin komunikasi dalam tingkatan tertentu.
Perkembangan fisik pada masa bayi merupakan salah satu yang menonjol dari dua periode lain dalam kehidupan manusia,  yang penting untuk diketahui pada masa bayilah pola-pola dasar fisiologis terbentuk seperti makanan, tidur dan eliminasi secara mantap meskipun pembentukan kebiasaan masih akan berlangsung. Perkembangan yang menonjol pada proses perkembangan bayi dan Anak-anak adalah meliputi :
1.        Perkembangan bicara
Perkembangan pada masa bayi yang menonjol adalah dalam tiga bentuk, yaitu menangis, meracau dan  gesterus (gerak-gerik). Meracau muncul saat bayi berusia enam bulan dalam bentuk mengkombinasikan bunyi hidup dan bunyi masti  seperti ma-ma, da-da atau na-na yang mencapai puncaknya saat bayi berusia delapan bulan untuk akhirnya secara bertahap berubah menjadi kata-kata jelas. Sedangkan gerak-gerik digunakan bayi sebagai pengganti bicara. Meskipun bayi telah mampu untuk berbicara, gerak-gerik ini akan terus berlanjut dan dikombinasikannya dengan kata-kata yang diketahuinya.
2.        Perkembangan emosi
Perkembangan emosi pada bayi, pada awalnya  tampil sederhana. Bayi yang berbeda akan memberikan respons yang tidak sama pada rangsangan yang datang dan bergantung pada pengalaman sebelumnya. Banyak faktor yang mempengaruhi respons emosional pada bayi yang tidak saja bergantung pada kondisi fisik dan mentalnya saat rangsangan itu terjadi, namun juga seberapa berhasilnya rangsangan tersebut memenuhi kebutuhan dirinya.
3.        Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial pada masa bayi memegang peranan penting untuk menentukan hubungan sosialnya pada masa mendatang serta pola perilaku pada orang lain. Rumah merupakan pusat tempat bayi dibesarkan dan untuk itu dirumah pulalah pondasi hubungan sosial tersebut terbentuk. Beberapa  penelitian sosial menunjukkan betapa pentingnya pondasi sosial ini terbentuk pada masa bayi. Beberapa respons sosial bayi pada orang dewasa dapat disebut sebagai berikut:
a.         Pada usia 2-3 bulan bayi sudah dapat membedakan antara orang dan bukan orang, serta orang-orang manakah yang dapat memenuhi kebutuhan dirinya, ia akan merasa puas jika bersama orang lain dan merasa tidak puas jika ditinggal sedirian namun bayi belum menunjukkan keberpihakan pada seseorang.
b.         Pada usia 4-5 bulan bayi mau  digendong oleh siapa saja yang mengangkatnya serta mampu bereaksi secara berbeda terhadap suara yang keras maupun ramah serta senyuman maupun sungutan.
c.         Pada usia 6-7 bulan bayi dapat membedakan antara  temannya dan orang asing dengan memberikan senyuman atau menunjukkan ketakutan. Bayi mulai memasuki usia malu-malu (shy age). Ia mulai  terikat pada emosional dengan ibunya dan menunjukkan ketidakramahannya pada orang lain. Sedangkan dengan bayi lain ia mampu memberikan senyuman dan menunjukkan minatnya melalui jeritan yang diberikan.
d.        Pada usia 8-9 bulan bayi berusaha untuk berbicara, bergerak-gerik dan melakukan gerakan sederhana pada orang lain. Antara usia 9-13 bulan reaksinya terhadap bayi lain adalah mencontoh gerak-gerik maupun suara, serta menunjukkan kemarahannya jika mainannya dirampas oleh temannya, meskipun ia sendiri mulai menunjukkan kebersamaannya dengan orang lain.
e.         Pada usia 12 bulan bayi telah bereaksi terhadap perkataan “tidak”.
f.          Pada usia 16-18 bulan bayi menunjukkan sikap negatifnya atau keras kepalanya terhadap larangan atau permintaan dari orang dewasa, yang tampak terlihat dari kemarahannya maupun penolakan fisiknya. Sedangkan pada bayi lain terlihat reaksi bahwa  ia sudah mulai mengurangi rebutan mainan dengan bayi lain dan mau membagi serta menunjukkan keinginannya untuk bermain bersama.
g.         Pada usia 22-24 bulan bayi mulai bekerja sama dengan sejumlah kegiatan rutin seperti mandi, memakai pakaian, serat makan. Ia juga lebih menunjukkan minat bermain bersama bayi lainnya dan menggunakan permainan untuk memantapkan hubungannya tersebut.
4.        Perkembangan Moral :
Perkembangan moral pada bayi belum terlihat, seorang bayi adalah nonmoral, yaitu perilakunya tidak dipandu dengan atau oleh standar moral. Belajar untuk berperilaku secara sosial merupakan suatu proses yang panjang dan lambat. Keterbatasan inteligensi yang dimiliki membuat bayi pada awalnya menilai salah dan betul melalui sakit atau tidaknya yang ia rasakan dari akibatnya bagi orang lain. Seorang bayi  belum memiliki rasa bersalah karena belum mempunyai kemampuan untuk menilai hal tersebut. Perkembangan pemahaman diperolehnya melalui pengamatan yang diolahnya kembali dengan kapasitas inteligensi yang dimilikinya.

2.3 Karakteristik Pada Fase Pra Sekolah
Anak usia prasekolah merupakan perkembangan individu yang terjadi sekitar usia 2-6 tahun, pada usia ini anak berusaha mengendalikan lingkungan dan mulai belajar menyesuaikan diri secara rasional. Usia ini juga sering disebut dengan masa pancaroba, karena pada umumnya anak pada masa ini dorongan keingintahuannnya sangat kuat.
a.      Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan berikutnya. Dengan meningkatnya pertumbuhan tubuh, baik menyangkut ukuran berat dan tinggi, maupun kekuatannya memungkinkan anak untuk dapat lebih mengembangkan ketrampilan fisiknya, dan eksplorasi terhadap lingkungannya dengan tanpa bantuan dari orangtuannya. Perkembangan sistem syaraf pusat memberikan kesiapan kepada anak untuk lebih dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan terhadap tubuhnya.

b.      Perkembangan Intelektual
Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode preopersional yaitu tahapan dimana anak belum mampu menguasai oprasi mental secara logis. Periode ini ditandai dengan berkembangnya representasional atau “symbolic function” kemampuan untuk menggunakan symbol-simbol  bahasa, gambar, tanda/isyarat, benda, gesture, atau peristiwa. Anak mampu berimajinasi atau berfantasi tentang berbagai hal dan dapat menggunakan kata-kata, peristiwa dan benda untuk melambangkan yang lain.
Keterbatasan yang menandai atau yang menjadi karakteristik periode preoperasional sebagai berikut :
1.  Egosentrisme
Anak cenderung untuk mempersepsi, memahami dan menafsirkan sesuatu berdasarkan sudut pandang sendiri. Salah satu implikasinya anak tidak dapat memahami persepsi konseptual orang lain.
2.    Semilogical reasoning
Anak-anak mencoba untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa alam yang misterius, yang dialaminya dalam kehidupan sehari-harinya.
3.    Kaku dalam berfikir ( rigidity of thought )
Berfikirnya itu bersifat centration ( memusat ), yaitu kecenderungan berfikir atas dasar satu dimensi, baik mengenal objek maupun peristiwa dan tidak menilai dimensi-dimensi lainnya.
c.       Perkembangan Emosional
Pada usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari dirinya, bahwa dirinya berbeda dengan orang lain. Kesadaran ini diperoleh dari pengalamannya, bahwa tidak setiap keinginannya dipenuhi orang lain atau benda lain. Dia menyadari bahwa keinginannya berhadapan dengan keinginan orang lain, sehingga orang lain tidak selamanya memenuhi keinginannya. Berkembang pula perasaan harga diri yang menuntut pengakuan dari lingkungannya. Jika lingkungannya (terutama orang tuanya) tidak mengakui harga diri anak, seperti memperlakukan dengan anak secara keras, atau kurang menyayanginya, maka pada diri anak akan berkembang sikap-sikap: keras kepala/menentang, atau menyerah menjadi penurut yang diliputi rasa harga diri kurang dengan sifat pemalu.
Beberapa emosi yang berkembang pada masa anak, yaitu sebagai berikut: takut, cemas, marah, cemburu, senang, nyaman, phobia, ingin tahu, dan kasih sayang. Perkembangan emosi yang sehat sangat membantu bagi keberhasilan belajar anak. Oleh karena itu, dalam rangka mengembangkan emosi anak yang sehat, guru-guru supaya memberikan bimbingan kepada mereka, agar mereka dapat mengembangkan hal-hal berikut:
1) Kemampuan untuk mengenal, menerima, dan berbicara tentang perasaan-perasaannya.
2) Menyadari bahwa ada hubungan antara emosi dengan tingkah laku sosial.
3) Kemanpuan menyalurkan keinginannya tanpa menggangu perasaan orang lain.
4) Kemampuan untuk peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain.
d.      Perkembangan Bahasa
1.    Masa 2,0-2,6 tahun
a) Anak sudah mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang sempurna.
b) Anak sudah mampu memahami tentang perbandingan. Misalnya, anjing lebih besar dari kucing.
c) Anak banyak menanyakan nama dan tempat: apa, di mana, dan dari mana.
d) Anak sudah banyak mengunakan kata-kata yang berawalan dan berakhiran.
2.    Masa 2,6-6,0 tahun
a) Anak sudah dapat menggunakan kalimat majemuk beserta anak kalimatnya.
b) Tingkat berfikir anak sudah lebih maju, anak banyak menanyakan soal waktu, sebab-akibat melalui pertanyaan-pertanyaan: kapan, ke mana, mengapa, dan bagaimana.
Untuk membantu perkembangan bahasa anak, atau kemampuan berkomunikasi maka orang tua dan guru seyogianya memfasilitasi, memberi kemudahan, atau peluang kepada anak dengan sebaik-baiknya, berbagai peluang itu antara lain:
1) Bertutur kata yang baik dengan anak
2) Mau mendengarkan pembicaraan anak
3) Menjawab pertanyaan anak (jangan meremehkan)
4) Mengajak dialog dengan hal-hal sederhana
5) Di sekolah, anak dibiasakan untuk bertanya, mengekspresikan keinginannya, menghafal dan melantunkan lagu dan puisi.
e.       Perkembangan Sosial
Pada usia prasekolah, perkembangan sosial anak sudah tampak jelas, karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya. Tanda-tanda perkembangan sosial pada tahap ini adalah:
1) Anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik di lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan bermain.
2) Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada peraturan
3) Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain.
4) Anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain, atau teman sebaya (peer group).
Untuk memfasilitasi perkembangan sosial anak, maka guru-guru hendaknya melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Membantu anak agar memahami alasan tentang diterapkannya aturan, seperti keharusan memelihara ketetiban di dalam kelas, dan larangan masuk atau keluar kelas saling mendahului.
2) Membantu anak untuk memahami, dan membiasakan mereka untuk memelihara persahabatan, kerja sama, saling membantu, dan saling menghargai dan menghormati.
3) Memberikan informasi kepada anak tentang adanya keragaman budaya, suku dan agama di masyarakat, dan perlunya saling menghormati diantara mereka.
f.       Perkembangan Kepribadian
Pada masa ini, berkembang kesadaran dan kemampuan untuk memenuhi tuntutan dan tanggung jawab. Oleh karena itu, agar tidak berkembang sikap membandel, pihak orang tua perlu menghadapinya secara bijaksana, penuh kasih sayang, dan tidak bersikap keras. Meskipun mereka mulai menampakkan keinginan untuk bebas dari tuntutan orang tua, namun pada dasarnya mereka masih sangat membutuhkan perawatan, asuhan, bimbingan, dan curahan kasih sayang orang tua.
g.      Perkembangan Moral
Pada masa ini anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya (orang tua, saudara dan teman sebaya). Melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain. Anak akan belajar memahami tentang kegiatan atau prilaku mana yang baik/boleh/diterima disetujui atau buruk/tidak boleh/ditolak/tidak disetujui. Berdasarkan pengalamannya itu, maka pada masa ini anak harus dilatih atau dibiasakan mengenai bagaimana dia harus dilatih atau dibiasakan mengenai bagaimana dia harus bertingkah laku.
Dalam rangka membimbing perkembangan moral anak prasekolah ini, sebaiknya orang tua atau guru-guru, melakukan upaya-upaya:
1)    Memberikan contoh atau teladan yang baik, dalam berprilaku atau bertutur kata.
 2) Menanamkan kedisiplinan kepada anak, dalam berbagai aspek kehidupan, seperti memelihara kebersihan atau kesehatan, dan tata karma atau budi pekerti luhur.
 3) Mengembangkan wawasan tentang nilai-nilai moral kepada anak, baik melalui pemberian informasi, atau melalui cerita.
h.      Perkembangan Kesadaran Beragama
Kesadaran beragama pada anak usia ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Sikap keberagamaannya bersifat reprensif (menerima) meskipun banyak bertanya.
2) Pandangan ketuhanannya bersifat antropormorph (dipersonifikasi).
3) Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam) meskipun mereka telah melakukan atau berpartisipasi dalam berbagai kegiatan ritual.
4) Hal ketuhanan dipahamkan secara ideosyncritis (menurut khayalan pribadinya) sesuai dengan taraf berfikirnya yang masih bersifat egosentrik (memandang segala sesuatu dari sudut dirinya).
2.4 Karakteristik Pada Fase Sekolah
Pada usia anak sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelaktual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelaktual atau kemampuan kognitif seperti membaaca, menulis, dan menghitung. Periode ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru, yaitu mengklasifikasikan (mengklompokkan), menyusun, atau mengasosiasikan (menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau bilangan.
Usia sekolah dasar ini merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai perbendaharaan kata.
Terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi perkembangan bahasa, yaitu sebagai berikut:
a. Proses jadi matang; dengan perkataan lain anak itu menjadi matang (organ-organ suara/bicara sudah berfungsi) untuk berkata-kata.
b. Proses belajar; anak yang telah matang untuk berbicara lalu mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi atau meniru ucapan/kata-kata yang didengarnya.

a.        Perkembangan Sosial
Maksud perkembangan sosial ini adalah pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga dikatakan sebagai proses belajar untuk meyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tadisi dan moral (agama). Perkembangan sosial pada anak-anak sekolah dasar ditandai dengan perluasan hubungan, disamping dengan keluarga juga dia mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya (peer group) atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas.
Pada usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain). Anak dapat berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok (gang), dia merasa tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya.
Berkat perkembangan sosial, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebaya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik (seperti, membersihkan kelas dan halaman sekolah), maupun tugas yang membutuhkan pikiran (seperti merencanakan kegiatan camping, membuat laporan study tour).
Tugas-tugas kelompok ini harus memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk menunjukan prestasinya, tetapi juga diarahkan untuk mencapai tujuan bersama. Dengan melaksanakan tugas kelompok, peserta didik dapat belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerja sama, saling menghormati, bertenggang rasa dan bertanggung jawab.

b.      Perkembangan Kepribadian
Emosi merupakan salah satu aspek perkembangan yang melekat pada diri anak-anak. Kondisi emosi itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu positif (misalnya, gembira) dan negatif (misalnya sedih). Konsep emosi cukup penting bila dikaitkan dengan fungsinya dalam hubungan interpersonal. Dalam hal ini, ekspresi emosi akan menjadi fasilitasi bagi seorang anak untuk dapat mengungkapkan perasaannya, perilakunya, serta keinginan-keinginannya. Pada hubungan antara anak dan orangtua, ekspresi emosi merupakan bahasa pertama kali dalam berkomunikasi. Seorang bayi telah mampu bereaksi terhadap ekspresi wajah dan nada suara orang tuanya.
Aspek lain dalam perkembangan kepribadian anak adalah pemahaman atau konsep diri. Pada masa kanak-kanak awal, anak biasanya memiliki pemahaman diri yang bersifat fisik ataupun aktivitas yang mereka lakukan. Ketika anak ditanya tentang siapa mereka, maka jawaban yang muncul biasanya berkisar pada ukuran tubuh atau aktivitas yang disenanginya. Konsep pemahaman diri ini menjadi lebih bersifat internal pada masa kanak-kanak menengah dan akhir. Anak-anak yang berada pada tingkat Sekolah Dasar telah mampu menyebutkan sifat-sifat psikologis dalam mendeskripsikan dirinya. Di samping itu, aspek sosial cukup memegang peranan besar dalam memahami konsep dirinya. Pada saat ini, anak mulai membandingkan keadaannya dengan keadaan orang-orang di sekelilingnya, terutama dengan teman sebayanya.

2.5 Karakteristik Pada Fase Remaja
Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi. Menurut Konopka (Pikunas, 1976) masa remaja meliputi (a)remaja awal 12-15 tahun, (b)remaja madya 15-18 tahun, (c)remaja akhir 19-22 tahun. Sementara Salzman mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orangtua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.
a.       Perkembangan Sosial
Pada masa remaja berkembang “social cognition”, yaitu kemapuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat nilai-nilai maupun perasaannya. Pemahamannya ini, mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial yang lebih akrab dengan mereka (terutama teman sebaya), baik melalui jalinan persahabatan maupun percintaan (pacaran)
Dalam hubungan persahabatan, remaja memilih teman yang memiliki psikologis yang relatif sama dengan dirinya, baik menyangkut interes, sikap, nilai dan kepribadian.
Pada masa ini juga berkembang sikap “conformity”, yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai kebiasaan, kegemaran (hobby) atau keinginan orang lain (teman sebaya). Perkembangan sikap konformitas pada remaja dapat memberikan dampak yang positif maupun yang negatif bagi dirinya.
Apabila kelompok teman sebaya yang diikuti atau diimitasinya itu menampilkan sikap dan perilaku yang secara moral atau agama dapat dipertanggungjawabkan, seperti kelompok remaja yang taat beribadah, memilki budi pekerti yang luhur, rajin belajar dan aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial, maka kemungkinan besar remaja tersebut akan menampilkan pribadinya yang baik. Sebaliknya, apabila kelompoknya itu menampilkan sikap dan prilaku malasuay atau melecehkan nilai-nilai moral, maka sangat dimungkinkan renaja akan menampilkan prilaku seperti kelompoknya tersebut. Contohnya, tidak sedikit remaja (terutama di kota-kota besar ) yang menjadi pengindap narkotika, ecstasy, shabu-shabu, minuman keras dan bahkan free sex, karena mereka bergaul dengan kelompok sebaya yang sudah biasa melakukan hal-hal tersebut.
Penyesuaian sosial dapat diartikan sebagai “kemampuan untuk mereaksi secara tepat terhadap realitas sosial, situasi, dan relasi”. Remaja dituntut untuk memiliki kemampuan penyesuaian sosial ini, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

b.      Perkembangan Kepribadian
Kepribadian merupakan sistem yang yang dinamis dari sifat, sikap dan kebiasaan yang menghasilkan tingkat konsistensi respons individu yang beragam (pikunas, 1976, dikutip dari buku Psikologi Pendidikan, 2007). Sifat-sifat kepribadian mencerminkan perkembangan fisik, seksual, emosional, sosial, kognitif, dan nilai-nilai.
Fase remaja merupakan saat yang paling penting bagi perkembangan dan intregrasi kepribadian. faktor-faktor dan pengalaman baru yang tampak terjadinya perubahan kepribadian pada masa remaja, meliputi (1) perolehan pertumbuhan fisik yang menyerupai masa dewasa; (2) kematangan seksual yang disertai dengan dorongan-dorongan dan emosi baru; (3) kesadaran terhadap diri sendiri, keinginan untuk mengarahkan diri dan mengevaluasi kembali tentang standar (norma), tujuan, dan cita-cita; (4) kebutuhan akan persahabatan yang bersipat heteroseksual, berteman dengan pria atau wanita, dan; (5) munculnya konflik sebagai dampak dari masa transisi antara masa anak dan masa dewasa.
Masa remaja merupakan saat berkembangnya identity (jati diri). Perkembangan ini merupakan isu sentral pada masa remaja yang memberikan dasar bagi masa dewasa. Dapat juga dikatakan sebagai aspek sentral bagi kepribadiaan yang sehat yang merefleksikan kesadaran diri, kemampuan mengindentifikasi orang lain dan mempelajari tujuan-tujuan agar dapat berpartisipasi dalam kebudayaannya. Sejak masa anak, sudah berkembang kesadaran akan diri dan masa remaja merupakan saat pertama berkembang usahanya yang sadar untuk menjawab pertanyaan “who am I?” (siapa saya?).

Adapun dalam budaya Amerika, periode remaja ini dipandang sebagai masa “Strom & Stress”, frustrasi dan , konflik dan krisis penyesuaian, mimpi dan melamun tentang cinta, dan perasaan teralineasi (tersisihkan) dari kehidupan sosial budaya orang dewasa (Lustin Pikunas, 1976).
a.       Masa remaja awal (sekitar usia 13-16 tahun)
Pada masa ini terjadi perubahan jasmani yang cepat, sehingga memungkinkan terjadinya kegoncangan emosi, kecemasan, dan kekhawatiran. Kegoncangan dalam keagamaan ini muncul, karena disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Mencapai kematangan emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Dalam menghadapi ketidaknyamanan emosional tersebut, tidak sedikit remaja yang mereaksinya secara depensif, sebagai upaya untuk melindungi kelemahan dirinya.
Kematangan emosi ditandai oleh : 1. adekuasi emosi: cinta kasih, simpati, altruis (senang menolong orang lain), dan ramah;
2. mengendalikan emosi: mudah tersinggung, tidak agresif, bersikap optimis dan tidak pesimis (putus asa), dan dapat mengatasi situasi frustasi secara wajar.
b.      Masa remaja akhir (sekitar usia 17-21 tahun)
Secara psikologis, masa ini merupakan permulaan masa dewasa, emosinya mulai stabil dan pemikirannya mulai matang (kritis). Dalam kehidupan beragama, remaja mulai melibatkan diri ke dalam kegiatan-kegiatan keagamaan.


Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Strategi Active Learning (Belajar Aktif)
Menurut Glasgow 1996 (Doing Science), belajar aktif adalah dimana seorang siswa berusaha sungguh-sungguh untuk mengambil tanggungjawab yang lebih besar pada cara belajarnya sendiri. Mereka mengambil peran yang lebih dinamis dalam menentukan bagaimana dan apa yang akan mereka ketahui, apa yang seharusnya mereka bisa lakukan, dan bagaimana mereka melakukannya. Peran mereka berkembang lebih jauh kepengolaan pendidikan diri dan memotivasi diri menjadi kekuatan lebih besar di belakang belajar.
Menurut Modell and Michael 1993, belajar aktif adalah adanya keterlibatan siswa secara individual di dalam proses membangun model mental mereka dari informasi yang mereka peroleh. Sedangkan menurut UC Davis TAC, belajar aktif adalah suatu pendekatan belajar yang melibatkan siswa sebagai “gurunya sendiri”. Perlu diingat, siswa aktif adalah suatu pendekatan, bukan metode. Strategi active learning (belajar aktif) adalah strategi belajar mengajar yang bertujuan meningkatkan mutu pendidikan. Untuk mencapai keterlibatan siswa agar efektif dan efisien dalam belajar, dibutuhkan berbagai pendukung dalam proses belajar mengajar, yaitu dari sudut siswa, guru, situasi belajar, program belajar, dan dari sarana belajar.
Menurut Ujang Sukanda, metode active learning (belajar aktif) adalah cara pandang yang menganggap belajar sebagai kegiatan membangun makna atau pengertian terhadap pengalaman dan informasi yang dilakukan oleh siswa bukan oleh guru, serta menganggap mengajar sebagai kegiatan menciptakan suasana yang mengembangkan inisiatif dan tanggungjawab belajar siswa sehingga berkeinginan terus untuk belajar selama hidupnya, dan tidak bergantung terhadap guru atau orang lain apabila mereka mempelajari hal-hal yang baru.
Menurut Melvin L. Silberman, strategi active learning (belajar aktif) merupakan sebuah kesatuan sumber kumpulan strategi pembelajar yang komprehensif, meliputi berbagai cara untuk membuat peserta didik menjadi aktif. Dari beberapa pendapat, dapat disimpulkan bahwa strategi active learning (belajar aktif) adalah salah satu cara atau stategi belajar mengajar yang menuntut keaktifan serta partisipasi siswa dalam kegiatan belajar seoptimal mungkin sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara efektif dan efisien.

B.   Prinsip – prinsip Strategi Active Learning (Belajar Aktif)
       Prinsip-prinsip strategi active learning adalah sebagai berikut :
1.    Prinsip motivasi.
2.    Prinsip latar konteks.
3.    Prinsip keterarahan pada titik pusat atau fokus tertentu.
4.    Prinsip hubungan sosial.
5.    Prinsip belajar sambil bekerja.
6.    Prinsip perbedaan perseorangan.
7.    Prinsip menemukan.
8.    Prinsip pemecahan masalah.
Pada hakikatnya, siswa telah memiliki potensi dalam dirinya maka guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari dan menemukan informasi sendiri. Dalam pelaksanaan mengajar hendaknya dapat diperhatikan beberapa prinsip belajar mengajar pada waktu proses belajar mengajar agar siswa melakukan kegiatan secara optimal. Oleh karena itu, prinsip-prinsip tersebut bukan hanya untuk diketahui melainkan yang lebih penting dilaksanakan pada waktu mengajar sehingga mendorong kegiatan belajar siswa seoptimal mungkin.

C.   Komponen Strategi Active Learning (Belajar Aktif)
Komponen-komponen pendekatan active learning adalah sebagai berikut:

1.    Pengalaman
Siswa akan belajar banyak melalui perbuatan. Pengalaman langsung mengaktifkan lebih banyak indra daripada hanya melalui pendengaran. Untuk mengenal adanya benda tenggelam dan terapung dalam air, siswa akan merasa lebih mantap apabila mencobanya sendiri daripada hanya menerima penjelasan dari guru.
2.    Interaksi
Belajar akan berlangsung dengan baik dan meningkat kualitasnya apabila berdiskusi, saling bertanya dan mempertanyakan, dan atau saling menjelaskan. Pada saat siswa ditanyakan hal yang mereka kerjakan, mereka terpacu untuk berfikir menguraikan lebih jelas sehingga kualitas pendapat itu menjadi lebih baik.
Diskusi, dialog, dan tukar gagasan akan membantu siswa mengenal hubungan-hubungan baru tentang sesuatu dan membantu mereka memiliki pemahaman yang lebih baik. Siswa perlu berbicara secara bebas dan tidak terbayang-bayang rasa takut sekalipun dengan pertanyaan yang menuntut alasan atau argumen dapat membantu mengoreksi pendapat asalkan didasarkan pada bukti.
3.    Komunikasi
Pengungkapan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tulisan, merupakan kebutuhan siswa dalam mengungkapkan dirinya untuk mencapai kepuasan. Mengungkapkan pikiran, baik dalam mengemukakan gagasan sendiri maupun menilai gagasan orang lain, akan memantapkan pemahaman siswa tentang sesuatu yang sedang dipikirkan atau dipelajari.
4.    Refleksi
Apabila siswa mengungkapkan gagasannya kepada orang lain dan mendapat tanggapan, ia akan merenungkan kembali gagasannya kemudian melakukan perbaikan sehingga memiliki gagasan yang lebih mantap. Refleksi dapat terjadi sebagai akibat dari interaksi dan komunikasi. Umpan balik dari guru atau siswa lain terhadap hasil kerja seorang siswa, yang berupa pertanyaan yang matang (membuat siswa berpikir), dapat merupakan pemicu bagi siswa untuk melakukan refleksi tentang apa yang sedang dipikirkan atau dipelajari.
Adapun pendukung dari komponen pendekatan active learning adalah sebagai berikut:
1.    Sikap dan perilaku guru
Dalam menciptakan suasana yang dapat mengembangkan inisiatif dan tanggung jawab belajar siswa, maka sikap dan perilaku guru hendaknya:
a.    Terbuka, yaitu mau mendengarkan pendapat siswa.
b.    Membiasakan siswa untuk mendengarkan apabila guru atau siswa berbicara.
c.    Mengahargai perbedaan pendapat.
d.   Mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya.
e.    Menumbuhkan rasa percaya diri siswa.
f.     Memberi umpan balik terhadap hasil kerja siswa.
g.    Tidak terlalu cepat untuk membantu siswa.
h.    Tidak kikir untuk memuji dan menghargai siswa.
i.      Tidak mentertawakan pendapat atau hasil karya siswa sekalipun kurang berkualitas.
j.      Mendorong siswa untuk tidak takut salah dan berani menanggung resiko.
2.    Ruang kelas yang menunjang aktif
a.    Berisikan banyak sumber belajar.
b.    Berisikan banyak alat bantu belajar.
c.    Berisikan banyak hasil karya siswa.
d.   Penataan letak bangku dan meja siswa.
Komponen belajar aktif dan pendukungnya menunjukkan adanya upaya saling mempengaruhi dan saling mendukung antara satu dan yang lainnya, misalnya tampilan siswa, tampilan guru, dan tampilan ruang kelas. Dengan kata lain, suasana belajar aktif adalah dimana siswa aktif dalam belajar dan guru aktif dalam kegiatan belajar mengajar (KBM).

D.   Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
1.    Pengertian Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa untuk mengalami sendiri, untuk berlatih, untuk berkegiatan, sehingga baik dengan daya pikir, emosional dan keterampilannya mereka belajar dan berlatih. Pendidik adalah fasilitator dan perancang suasana kelas demokratis. Kedudukan pendidik adalah pembimbing dan pemberi arah. Peserta didik merupakan obyek sekaligus subyek dan mereka bersama-sama saling mengisi kegiatan, belajar aktif dan kreatif. Disini dibutuhkan partisipasi aktif di kelas, bekerja keras dan mampu menghargainya, suasana demokratis, saling menghargai dengan kedudukan yang sama antar teman, serta kemandirian akademis.
Pendekatan ini sebenarnya telah diberlakukan sejak dahulu. Hanya, kadar keterlibatan siswa itulah yang berbeda. Kalau dahulu guru banyak menjejalkan fakta, informasi atau konsep kepada siswa, sedangkan saat ini dikembangkan suatu keterampilan untuk memproses perolehan siswa. Kegiatan belajar mengajar tidak lagi berpusat pada siswa. Siswa pada hakikatnya memiliki potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas, maka kewajiban gurulah untuk merangsang agar mereka mampu menampilkan potensi itu, betapapun sederhananya.
Melalui pendekatan ini, para guru dapat menumbuhkan keterampilan-keterampilan pada siswa sesuai dengan taraf perkembangannya sehingga mereka memperoleh konsep. Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan untuk memproses sebuah perolehan, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep, serta mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Proses belajar mengajar seperti inilah yang dapat menciptakan siswa belajar aktif.
Semua guru profesional dituntut terampil mengajar tidak semata-mata hanya menyajikan materi ajar. Guru dituntut memiliki pendekatan mengajar sesuai dengan tujuan instruksional. Menguasai dan memahami materi yang akan diajarkan agar dengan cara demikian pembelajar akan benar-benar memahami apa yang akan diajarkan. Piaget memandang akal seorang anak adalah sebagai agen yang aktif dan konstruktif yang secara perlahan-lahan maju dalam kegiatan usaha sendiri yang terus-menerus.
Pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) menuntut keterlibatan mental siswa terhadap bahan yang dipelajari. CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor. Pendekatan CBSA menuntut keterlibatan mental yang tinggi sehingga terjadi proses-proses mental yang berhubungan dengan aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Melalui proses kognitif pembelajar akan memiliki penguasaan konsep dan prinsip. Konsep CBSA yang dalam bahasa Inggris disebut Student Active Learning (SAL) dapat membantu pengajar meningkatkan daya kognitif pembelajar. Kadar aktivitas pembelajar masih rendah dan belum terprogram. Akan tetapi, dengan CBSA para pembelajar dapat melatih diri menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka. Tidak untuk dikerjakan di rumah tetapi dikerjakan di kelas secara bersama-sama.

2.         Dasar-dasar Pemikiran Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Usaha penerapan dan peningkatan CBSA dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) merupakan usaha “proses pembangkitan kembali” atau proses pemantapan konsep CBSA yang telah ada. Untuk itu perlu dikaji alasan-alasan kebangkitan kembali dan usaha peningkatan CBSA dasar dan alasan usaha peningkatan CBSA secara rasional adalah sebagai berikut:
a.         Rasional atau dasar pemikiran dan alasan usaha peningkatan CBSA dapat ditinjau kembali pada hakikat CBSA dan tujuan pendekatan itu sendiri.
Dengan cara demikian pembelajar dapat diketahui potensi, tendensi dan terbentuknya pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimilikinya. Pada dasarnya dapat diketahui bahwa baik pembelajar, materi pelajaran, cara penyajian atau disebut juga pendekatan-pendekatan berkembang. Jadi, hampir semua komponen proses belajar mengajar mengalami perubahan. Perubahan ini mengarah ke segi-segi positif yang harus didukung oleh tindakan secara intelektual, oleh kemauan, kebiasaan belajar yang teratur, mempersenang diri pada waktu belajar hendaknya tercipta baik di sekolah maupun di rumah.
b.        Implikasi mental-intelektual-emosional yang semaksimal mungkin dalam kegiatan belajar mengajar akan mampu menimbulkan nilai yang berharga dan gairah belajar menjadi makin meningkat.
Komunikasi dua arah (seperti halnya pada teori pusaran atau kumparan elektronik) menantang pembelajar berkomunikasi searah yang kurang bisa membantu meningkatkan konsentrasi. Sifat melit yang disebut juga ingin tahu (curionsity) pembelajar dimotivasi oleh aktivitas yang telah dilakukan. Pengalaman belajar akan memberi kesempatan untuk melakukan proses belajar berikutnya dan akan menimbulkan kreativitas sesuai dengan isi materi pelajaran.
c.         Upaya memperbanyak arah komunikasi dan menerapkan banyak metode, media secara bervariasi dapat berdampak positif.
Cara seperti itu juga akan memberi peluang memperoleh balikan untuk menilai efektivitas pembelajar itu. Ini dimaksud balikan tidak ditunggu sampai ujian akhir, tetapi dapat diperoleh pembelajar dengan segera. Dengan demikian, kesalahan-kesalahan dan kekeliruan dapat segera diperbaiki. Jadi, CBSA memberi alasan untuk dilaksanakan penilaian secara efektif, secara terus-menerus melalui tes akhir tatap muka, tes formatif, dan tes sumatif.
d.        Dilihat dari segi pemenuhan meningkatkan mutu pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidik) maka strategi dengan pendekatan CBSA layak mendapat prioritas utama.
Dengan wawasan pendidikan sebagai proses belajar mengajar perlu diperhatikan bahwa betapa pentingnya proses belajar mengajar yang tanggungjawabnya diserahkan sepenuhnya kepada pembelajar. Dalam hal ini materi pembelajar harus benar-benar dibuat sesuai dengan kemampuan berpikir mandiri, pembentukan kemauan si pembelajar. Situasi pembelajar mampu menumbuhkan kemampuan dalam memecahkan masalah secara abstrak, dan juga mencari pemecahan secara praktik.

3.           Hakikat Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Hakikat CBSA adalah proses keterlibatan antara intelektual dengan emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya :
a.         Proses asimilasi atau pengalaman kognitif, yaitu yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan.
b.        Proses pembuatan atau pengalaman langsung, yaitu yang memungkinkan terbentuknya keterampilan.
c.         Proses penghayatan dan internalisasi nilai, yaitu yang memungkinkan terbentuknya nilai dan sikap.
Walaupun demikian, hakikat CBSA tidak saja terletak pada tingkat keterlibatan intelektual-emosional, tetapi juga terletak pada diri siswa yang memiliki potensi, tedensi, atau kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan siswa selalu aktif dan dinamis. Oleh sebab itu, guru diharapkan mempunyai kemampuan profesional sehingga ia dapat menganalisis situasi instruksional, kemudian mampu merencanakan sistem pengajaran yang efektif dan efisien.
4.         Prinsip – prinsip Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Berikut ini adalah prinsip-prinsip pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) yang nampak pada empat dimensi, yaitu :
a.         Dimensi siswa atau subyek didik
1)        Keberanian mewujudkan minat, keinginan, pendapat serta dorongan-dorongan yang ada pada siswa dalam proses belajar-mengajar. Keberanian tersebut terwujud karena memang direncanakan oleh guru, misalnya dengan format mengajar melalui diskusi kelompok, dimana siswa tanpa ragu-ragu mengeluarkan pendapat.
2)        Keberanian mencari kesempatan untuk berpartisipasi dalam persiapan dan tindak lanjut dari proses belajar mengajar maupun tindak lanjut dari suatu proses belajar mengajar. Hal ini terwujud bila guru bersikap demokratis.
3)        Kreativitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu yang memang dirancang oleh guru.
4)        Peranan bebas dalam mengerjakan sesuatu tanpa merasa ada tekanan dari siapapun, termasuk guru.
b.         Dimensi guru
1)        Adanya usaha guru untuk mendorong siswa dalam meningkatkan kegairahan serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar.
2)        Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai inovator dan motivator.
3)        Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses belajar mengajar.
4)        Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan caranya serta tingkat kemampuan masing-masing.
5)        Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi belajar mengajar serta penggunaan multimedia. Kemampuan ini akan menimbulkan lingkungan belajar yang merangsang siswa untuk mencapai tujuan.
c.         Dimensi program
1)        Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran yang memenuhi kebutuhan, minat serta kemampuan siswa yang merupakan suatu hal yang sangat penting diperhatikan guru.
2)        Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep maupun aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar.
3)        Program yang fleksibel (luwes) yang artinya dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
d.        Dimensi situasi belajar mengajar
1)        Situasi belajar yang menjelmakan komunikasi yang baik, hangat, bersahabat, antara guru dengan siswa maupun antara siswa sendiri dalam proses belajar mengajar.
2)        Adanya suasana gembira dan bergairah pada siswa dalam proses belajar mengajar.

5.         Rambu – Rambu Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Dalam melakukan pendekatan CBSA, dapat dilihat berdasarkan :
a.         Pengelompokan siswa
Strategi belajar mengajar yang dipilih oleh guru harus disesuaikan dengan tujuan pengajaran serta materi tertentu. Ada materi yang sesuai untuk proses belajar secara individual, akan tetapi ada pula yang lebih tepat untuk proses belajar secara kelompok. Ditinjau dari segi waktu, keterampilan, alat atau media serta perhatian guru, pengajaran yang berorientasi pada kelompok kadang-kadang lebih efektif.
b.         Kecepatan masing-masing siswa
Pada saat-saat tertentu, siswa dapat diberi kebebasan untuk memilih materi pelajaran dengan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing. Strategi ini memungkinkan siswa untuk belajar lebih cepat bagi mereka yang mampu, sedangkan bagi mereka yang kurang, akan belajar sesuai dengan batas kemampuannya. Contoh untuk strategi belajar mengajar berdasarkan kecepatan siswa adalah pengajaran modul.
c.         Pengelompokan kemampuan
Pengelompokan yang homogen harus didasarkan pada kemampuan siswa. Apabila pada pelaksanaan pengajaran untuk pencapaian tujuan tertentu, siswa harus dijadikan satu kelompok, maka hal ini mudah dilaksanakan. Siswa akan mengembangkan potensinya secara optimal apabila berada disekeliling teman yang hampir sama tingkat perkembangan intelektualnya.
d.        Pengelompokan persamaan minat
Guru perlu memberi kesempatan kepada siswa untuk berkelompok berdasarkan kesamaan minat. Pengelompokan ini biasanya terbentuk atas kesamaan minat dan berorientasi pada suatu tugas atau permasalahan yang akan dikerjakan.
e.         Domain-domain tujuan
Strategi belajar mengajar berdasarkan domain atau kawasan (ranah) tujuan, dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1)      Menurut Benjamin S. Bloom CS, ada tiga domain, yaitu:
a)    Domein kognitif yang menitik beratkan aspek cipta.
b)   Domein afektif untuk aspek sikap.
c)    Domein psikomotor untuk aspek gerak.
2)      Menurut Gagne, ada lima macam kemampuan, yaitu:
a)    Keterampilan intelektual.
b)   Strategi kognitif.
c)    Informasi verbal.
d)   Ketrampilan motorik.
e)    Sikap dan nilai

Pendekatan CBSA dapat diterapkan dalam setiap proses belajar mengajar. Kadar CBSA dalam setiap proses belajar mengajar dipengaruhi oleh penggunaan strategi belajar mengajar yang diperoleh dan terjadinya asimilasi kognitif pengalaman belajar itu sendiri oleh siswa.

E.       Kreativitas sebagai Fokus Pendekatan Belajar Aktif
Belajar aktif melibatkan penggunaan pancaindera. Makin banyak indera yang digunakan makin efektif kegiatan belajar karena peserta didik akan lebih mudah menangkap apa yang dipelajari. Penggunaan lebih banyak indera saja tidaklah cukup. Baik untuk memanfaatkan pancaindera maupun untuk melancarkan kinerja otak, pendekatan belajar aktif mempersyaratkan gerakan. Karena itu, kebanyakan kegiatan belajar aktif melibatkan tindakan (action) peserta didik. Gerakan yang berfungsi memperlancar kinerja otak diwujudkan dalam bentuk tindakan atau action dalam pendekatan belajar aktif.
Kreativitas mensinergikan fungsi dan aktivitas belahan kiri dan kanan otak. Dalam praksis di sekolah, para guru dilatih dan didorong agar menerapkan beragam aktivitas guna mengembangkan potensi kreatif peserta didik. Kreativitas adalah fokus belajar aktif yang dilakukan melalui penciptaan ruang bagi peserta didik untuk berkreasi. Kreativitas utamanya mengandaikan tidak ada penilaian (judgment) salah-benar dari guru karena kepada peserta didik diberi ruang kebebasan berekspresi. Guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing peserta didik untuk menemukan makna dan mengembangkan kompetensi.

F.       Implikasi Pendekatan Belajar Aktif
1.             Model Pembelajaran PAKEM
a.         Pembelajaran yang aktif
Berarti pembelajaran perlu mengaktifkan semua siswa dan guru, baik secara fisik ( termasuk segenap indera) maupun mental, bahkan moral dan spiritual. Misalnya kalau kelas sedang belajar tentang sifat-sifat air (IPA), lalu ada percobaan atau eksperimen sederhana, sehingga secara fisik aktif semua indera terlibat, juga berfikir dan menganalisis kenapa permukaan air selalu datar walaupun wadahnya dimiringkan misalnya, terus dikaitkan dengan kebesaran Tuhan menciptakan air bagi kesejahteraan hidup manusia, oleh sebab itu perlu dijaga kelestariannya.
b.         Pembelajaran yang kreatif
Yaitu mempunyai makna, tidak sekedar melaksanakan dan menerapkan acuan kurikulum, karena kurikulum sekedar dokumen dan rencana, maka perlu dikritisi, perlu dikembangkan secara kreatif, ada seribusatu jalan untuk mempelajari dan memperdalam satu kompetensi tertentu. Jadi ada kreativitas pengembangan kompetensi dasar dan juga ada kreativitas dalam pelaksanaannya di kelas, termasuk pemanfaatan lingkungan sebagai sumber, bahan dan sarana untuk belajar.
Lingkungan dapat bermakna lingkungan fisik, dan sosial, fisik bisa berupa lingkungan alam dan gejala alam sedang lingkungan sosial merupakan segala perilaku manusia dan hubungannya dengan manusia lain, maupun terhadap lingkungan alam. Misalnya pasar, sikap berlalulintas, pelestarian dan perusakan lingkungan oleh manusia dan sebagainya.
c.         Pembelajaran dikatakan efektif
Jika mencapai sasaran dan tujuan serta banyak hal yang yang “didapat” oleh siswa, bahkan gurupun pada setiap kegiatan pembelajaran mendapatkan “pengalaman baru” sebagai hasil interaksi dua arah dengan siswanya. Agar kita tahu apakah pembelajaran di kelas kita efektif atau tidak, setiap akhir pembelajaran perlu kita lakukan evaluasi, evaluasi yang dimaksudkan disini bukan sekedar tes untuk siswa, tetapi sejenis “perenungan” yang dilakukan oleh guru dan siswa (refleksi) dan didukung oleh data catatan guru, salah satunya mungkin hasil latihan/sejenis tes lisan, tulis maupun perilaku. Kemudian barulah kita simpulkan sudahkah tujuan yang kita tetapkan telah tercapai, seberapa besar pencapaiannya, apa kekurangan dan kelebihannya serta apa tindaklanjut dan rencana kita berikutnya, yang berupa program perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran.
d.        Pembelajaran yang menyenangkan
Pembelajaran ini harus dimaknai secara luas tidak sekedar menyenangkan, tetapi pembelajaran juga harus dapat “dinikmati” oleh pembelajarnya. Pembelajaran dapat dinikmati jika pembelajaran tersebut “mengasyikkan”. Mengasyikkan tidak sekedar menyenangkan tetapi ada unsur ketekunan, inner motivation, setelah mengetahui sesuatu hal selalu ingin tahu lebih lanjut, dan mempunyai ketahanan belajar lebih lanjut. belajar itu harus Menyenangkan, Mengasyikkan, Menguatkan dan Mencerdaskan. Selain itu siswa harus dilatih Olah Pikir, Olah Hati,  Olah Rasa dan Olah Raga.
Disisi lain pembelajaran perlu memberikan tantangan kepada siswa untuk berfikir, mencoba dan belajar lebih lanjut, penuh dengan percaya diri dan mandiri untuk mengembangkan potensi positifnya secara optimal. Menjadi manusia yang berkarakter penuh percaya diri, menjadi dirinya sendiri dan mempunyai semangat kompetitif dalam nuansa kebersamaan.  Sekolah, guru, serta media dan sarana yang ada hanya mendukung dan memfasilitasi. Namun, walaupun hanya memfasilitasi sekolah dan guru serta stakeholder lain termasuk pemerintah haruslah mengupayakan agar potensi yang ada, serta inner motivation dan kemandirian siswa dapat terbentuk.