PEMBAHASAN
2.1 Karakteristik Pada
Fase Orok
Masa orok merupakan masa perkembangan yang terpendek dalam kehidupan
manusia. Fase orok biasanya dimulai dari sejak lahir sampai usia dua minggu.
Masa orok dibagi dalam dua masa, yakni masa pertunate yang berlangsung selama
15-30 menit pertama sejak lahir sampai tali pusatnya digunting, dan masa
neonate yaitu diguntingnya tali pusat sampai usia dua minggu. Pada fase ini sangat
bergantung pada orang lain terutama ibunya.
Usia 0.0-0.2 Minggu disebut dengan fase
orok, pada awal masa orok gerakan-gerakan bayi masih banyak yang muncul
dari instingnya, menjelang usia 7-8 bulan, perasaan atau emosi bayi mulai
muncul, walaupun rasio atau pikirannya belum berfungsi sama sekali. Pada usia
12-14 bulan, bayi mulai mengenal lingkungannya, baik lingkungan fisik ataupun sosial.
Bayi mulai bisa membedakan benda-benda dan orang-orang yang ada di sekitarnya.
Secara bertahap, bayi mulai memahami hubungan antar “kata” dengan apa atau
siapa saja yang ada di sekitarnya. Dan untuk itu, bayi mulai memerlukan alat
ekspresi yang disebut “bahasa”. Mulai masa inilah bayi mulai belajar mengenal
bahasa dari sekitarnya. Pemerolehan bahasa pada bayi sangatlah bertahap yang di
bagi dalam beberapa fase.
Pada fase orok memiliki
karakteristik perkembangan sebagai berikut :
1. Perkembangan
fisik, Pada saat lahir, umum nya berat badan orok kira-kira 3,5 kg dan
panjangnya 50cm. Laki-laki biasanya agak lebih berat dan lebih panjang daripada
perempuan. Kepalanya kira-kira ¼ dri panjang badannya. Bernafas, makan dan
pembuangan selama lahir melalui plasenta. Pada saat lahir biasanya terdengar
jerit tangis, itulah dimulainya peru-paru berkembang dan memulai pernafasan.
Bila orok merasa lapar biasanya bibir orok akan bergerak-gerak jika disentuh.
Denyut nadi orok lebih cepat berkisar antara 130-150 denyutan namun ketika
beranjak anak-anak denyut ndi pun akan berkurang hingga beranjak dewasa.
2. Kegiatan
– kegiatan Orok
a. Kegiatan menyeluruh, Kegiatan ini mencakup kegiatan-kegiatan umum dari seluruh badan. Misalnya, apabila tangan kirinya dirangsang (dicubit) maka tidak hanya tangan kirinya yang bergerak tetapi juga tangan kanannya, dan bahkan ia mendendangkan kakinya dan akhirnya menangis bila rangsangan itu terlalu kuat.
b. Kegiatan khusus, Kegiatan ini mencakup kegiatan-kegiatan reflex yang merupakan respon yang tidak disadari terhadap perangsang-perangsang tertenyu. Misalnya bila bibir ibu menyentuh bibirnya maka ia akan menjulurkan lidahnya atau mengibaskan kaki bila kakinya dielus, menguap, bersin dan lain-lain.
a. Kegiatan menyeluruh, Kegiatan ini mencakup kegiatan-kegiatan umum dari seluruh badan. Misalnya, apabila tangan kirinya dirangsang (dicubit) maka tidak hanya tangan kirinya yang bergerak tetapi juga tangan kanannya, dan bahkan ia mendendangkan kakinya dan akhirnya menangis bila rangsangan itu terlalu kuat.
b. Kegiatan khusus, Kegiatan ini mencakup kegiatan-kegiatan reflex yang merupakan respon yang tidak disadari terhadap perangsang-perangsang tertenyu. Misalnya bila bibir ibu menyentuh bibirnya maka ia akan menjulurkan lidahnya atau mengibaskan kaki bila kakinya dielus, menguap, bersin dan lain-lain.
3. Vokalisasi
, Perkembangan vocal (suara) dimulai, dengan menangis yang biasanya dimulai
sejak lahir. Maksud tangisan adalah untuk mengembangkan paru-paru sehingga
memungkinkan pernafasan dan penyediaan oksigen yang cukup bagi darah. Orok juga
sekali-kali mengeluarkan suara yang terjadi begitu saja tanpa mempunyai maksud
tertentu. Misalnya mengucapkan “eh”. Suara itu perlahan berkembang menjadi
mengoceh yang selanjutnya akan menjadi bercakap.
4. Perkembangan
Kepribadian, Sifat fisik dan spikis yang menjadi dasar kepribadian berasal dari
sifat-sifat kebakaan yang menjadi matang. Perkembangan kepribadaian ini
disamping dipengaruhi oleh factor kebakaan juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan terutama kasih saying ibu. Masa ini ditandai oleh ketergantungan
yang penuh kepada orang lain (ibu) dengan kasih sayangnya.
2.2 Karakteristik Pada
Fase Bayi
Masa
bayi dimulai sejak berakhirnya masa orok biasanya setelah dua minggu sampai dua
tahun. Bayi sudah tidak terlalu tergantung pada orang lain. Hal ini disebabkan
oleh semakin bertambahnya kemampuan bayi. Fase Bayi merupakan fase perkembagan pertama manusia di muka bumi,
sebagai manusia baru, bayi dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya, seakan-akan
pasif, dan pada fase ini seluruh
waktunya dihabiskan hanya dengan tidur, minum serta makan, berperilaku spontan
serta bereaksi dengan lingkungan sekitarnya.
Pernyataan
diatas sesuai dengan Firman Allah dalam Surat An-Nahl Ayat : 78 yang artinya : “Dan Allah Mengeluarkan kamu dari
perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu
bersyukur (78).
Pertumbuhan pada masa bayi terlihat
menonjol dalam fisik maupun psikologis.
Lambat laun, melalui perkembangannya seorang bayi mulai menurunkan
ketergantungannya dengan kemampuan untuk bisa duduk, berdiri, berjalan, berlari
serta memanipulasi objek disekitarnya. Masa bayi sesungguhnya merupakan fondasi
dari periode kehidupan mendatang, yakni fondasi dari berbagai pola perilaku,
sikap dan emosinya. Masa bayi juga merupakan usia yang rapuh, baik untuk fisik,
penyakit maupun kecelakaan serta perkembangan psikologisnya.
Tugas perkembangan pada masa bayi adalah
:
1.
Belajar berjalan,
2.
Memakan makanan yang keras,
3.
Mampu mengontrol organ-organ tubuhnya,
4.
Mencapai kemantapan fisiologis baik
untuk makan dan tidur,
5.
Belajar berbicara,
6.
Belajar berhubungan secara emosional
dengan orang tua dan saudara-saudaranya, dan
7.
Pada akhir masa bayi bayi telah mampu
berkata-kata dengan pengucapan yang baik dan benar serta
8.
Memiliki kemampuan memahami pembicaraan
orang lain dan menjalin komunikasi dalam tingkatan tertentu.
Perkembangan
fisik pada masa bayi merupakan salah satu yang menonjol dari dua periode lain
dalam kehidupan manusia, yang penting
untuk diketahui pada masa bayilah pola-pola dasar fisiologis terbentuk seperti
makanan, tidur dan eliminasi secara mantap meskipun pembentukan kebiasaan masih
akan berlangsung. Perkembangan yang menonjol pada proses perkembangan bayi dan
Anak-anak adalah meliputi :
1.
Perkembangan bicara
Perkembangan
pada masa bayi yang menonjol adalah dalam tiga bentuk, yaitu menangis, meracau
dan gesterus (gerak-gerik). Meracau
muncul saat bayi berusia enam bulan dalam bentuk mengkombinasikan bunyi hidup
dan bunyi masti seperti ma-ma, da-da
atau na-na yang mencapai puncaknya saat bayi berusia delapan bulan untuk
akhirnya secara bertahap berubah menjadi kata-kata jelas. Sedangkan gerak-gerik
digunakan bayi sebagai pengganti bicara. Meskipun bayi telah mampu untuk
berbicara, gerak-gerik ini akan terus berlanjut dan dikombinasikannya dengan
kata-kata yang diketahuinya.
2.
Perkembangan emosi
Perkembangan
emosi pada bayi, pada awalnya tampil
sederhana. Bayi yang berbeda akan memberikan respons yang tidak sama pada
rangsangan yang datang dan bergantung pada pengalaman sebelumnya. Banyak faktor
yang mempengaruhi respons emosional pada bayi yang tidak saja bergantung pada
kondisi fisik dan mentalnya saat rangsangan itu terjadi, namun juga seberapa
berhasilnya rangsangan tersebut memenuhi kebutuhan dirinya.
3.
Perkembangan Sosial
Perkembangan
sosial pada masa bayi memegang peranan penting untuk menentukan hubungan
sosialnya pada masa mendatang serta pola perilaku pada orang lain. Rumah
merupakan pusat tempat bayi dibesarkan dan untuk itu dirumah pulalah pondasi
hubungan sosial tersebut terbentuk. Beberapa
penelitian sosial menunjukkan betapa pentingnya pondasi sosial ini
terbentuk pada masa bayi. Beberapa respons sosial bayi pada orang dewasa dapat
disebut sebagai berikut:
a.
Pada usia 2-3 bulan bayi sudah dapat
membedakan antara orang dan bukan orang, serta orang-orang manakah yang dapat
memenuhi kebutuhan dirinya, ia akan merasa puas jika bersama orang lain dan
merasa tidak puas jika ditinggal sedirian namun bayi belum menunjukkan
keberpihakan pada seseorang.
b.
Pada usia 4-5 bulan bayi mau digendong oleh siapa saja yang mengangkatnya
serta mampu bereaksi secara berbeda terhadap suara yang keras maupun ramah
serta senyuman maupun sungutan.
c.
Pada usia 6-7 bulan bayi dapat
membedakan antara temannya dan orang
asing dengan memberikan senyuman atau menunjukkan ketakutan. Bayi mulai
memasuki usia malu-malu (shy age). Ia mulai
terikat pada emosional dengan ibunya dan menunjukkan ketidakramahannya
pada orang lain. Sedangkan dengan bayi lain ia mampu memberikan senyuman dan
menunjukkan minatnya melalui jeritan yang diberikan.
d.
Pada usia 8-9 bulan bayi berusaha untuk
berbicara, bergerak-gerik dan melakukan gerakan sederhana pada orang lain.
Antara usia 9-13 bulan reaksinya terhadap bayi lain adalah mencontoh
gerak-gerik maupun suara, serta menunjukkan kemarahannya jika mainannya dirampas
oleh temannya, meskipun ia sendiri mulai menunjukkan kebersamaannya dengan
orang lain.
e.
Pada usia 12 bulan bayi telah bereaksi
terhadap perkataan “tidak”.
f.
Pada usia 16-18 bulan bayi menunjukkan
sikap negatifnya atau keras kepalanya terhadap larangan atau permintaan dari
orang dewasa, yang tampak terlihat dari kemarahannya maupun penolakan fisiknya.
Sedangkan pada bayi lain terlihat reaksi bahwa
ia sudah mulai mengurangi rebutan mainan dengan bayi lain dan mau membagi
serta menunjukkan keinginannya untuk bermain bersama.
g.
Pada usia 22-24 bulan bayi mulai bekerja
sama dengan sejumlah kegiatan rutin seperti mandi, memakai pakaian, serat
makan. Ia juga lebih menunjukkan minat bermain bersama bayi lainnya dan
menggunakan permainan untuk memantapkan hubungannya tersebut.
4.
Perkembangan Moral :
Perkembangan moral pada bayi belum
terlihat, seorang bayi adalah nonmoral, yaitu perilakunya tidak dipandu dengan
atau oleh standar moral. Belajar untuk berperilaku secara sosial merupakan
suatu proses yang panjang dan lambat. Keterbatasan inteligensi yang dimiliki
membuat bayi pada awalnya menilai salah dan betul melalui sakit atau tidaknya
yang ia rasakan dari akibatnya bagi orang lain. Seorang bayi belum memiliki rasa bersalah karena belum
mempunyai kemampuan untuk menilai hal tersebut. Perkembangan pemahaman
diperolehnya melalui pengamatan yang diolahnya kembali dengan kapasitas
inteligensi yang dimilikinya.
2.3 Karakteristik Pada
Fase Pra Sekolah
Anak
usia prasekolah merupakan perkembangan individu yang terjadi sekitar usia 2-6
tahun, pada usia ini anak berusaha mengendalikan lingkungan dan mulai belajar
menyesuaikan diri secara rasional. Usia ini juga sering disebut dengan masa
pancaroba, karena pada umumnya anak pada masa ini dorongan keingintahuannnya
sangat kuat.
a.
Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan
perkembangan berikutnya. Dengan meningkatnya pertumbuhan tubuh, baik menyangkut
ukuran berat dan tinggi, maupun kekuatannya memungkinkan anak untuk dapat lebih
mengembangkan ketrampilan fisiknya, dan eksplorasi terhadap lingkungannya
dengan tanpa bantuan dari orangtuannya. Perkembangan sistem syaraf pusat
memberikan kesiapan kepada anak untuk lebih dapat meningkatkan pemahaman dan
penguasaan terhadap tubuhnya.
b.
Perkembangan Intelektual
Menurut
Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode preopersional
yaitu tahapan dimana anak belum mampu menguasai oprasi mental secara logis.
Periode ini ditandai dengan berkembangnya representasional atau “symbolic
function” kemampuan untuk menggunakan symbol-simbol bahasa, gambar, tanda/isyarat, benda,
gesture, atau peristiwa. Anak mampu berimajinasi atau berfantasi tentang
berbagai hal dan dapat menggunakan kata-kata, peristiwa dan benda untuk melambangkan
yang lain.
Keterbatasan yang menandai atau yang
menjadi karakteristik periode preoperasional sebagai berikut :
1. Egosentrisme
1. Egosentrisme
Anak cenderung untuk mempersepsi, memahami dan menafsirkan
sesuatu berdasarkan sudut pandang sendiri. Salah satu implikasinya anak tidak
dapat memahami persepsi konseptual orang lain.
2. Semilogical reasoning
Anak-anak mencoba untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa alam
yang misterius, yang dialaminya dalam kehidupan sehari-harinya.
3. Kaku dalam berfikir ( rigidity of
thought )
Berfikirnya itu bersifat centration (
memusat ), yaitu kecenderungan berfikir atas dasar satu dimensi, baik mengenal
objek maupun peristiwa dan tidak menilai dimensi-dimensi lainnya.
c.
Perkembangan Emosional
Pada usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari
dirinya, bahwa dirinya berbeda dengan orang lain. Kesadaran ini diperoleh dari
pengalamannya, bahwa tidak setiap keinginannya dipenuhi orang lain atau benda
lain. Dia menyadari bahwa keinginannya berhadapan dengan keinginan orang lain,
sehingga orang lain tidak selamanya memenuhi keinginannya. Berkembang pula
perasaan harga diri yang menuntut pengakuan dari lingkungannya. Jika
lingkungannya (terutama orang tuanya) tidak mengakui harga diri anak, seperti
memperlakukan dengan anak secara keras, atau kurang menyayanginya, maka pada
diri anak akan berkembang sikap-sikap: keras kepala/menentang, atau menyerah
menjadi penurut yang diliputi rasa harga diri kurang dengan sifat pemalu.
Beberapa emosi yang berkembang pada masa anak, yaitu
sebagai berikut: takut, cemas, marah, cemburu, senang, nyaman, phobia, ingin
tahu, dan kasih sayang. Perkembangan emosi yang sehat sangat membantu bagi
keberhasilan belajar anak. Oleh karena itu, dalam rangka mengembangkan emosi
anak yang sehat, guru-guru supaya memberikan bimbingan kepada mereka, agar
mereka dapat mengembangkan hal-hal berikut:
1)
Kemampuan untuk mengenal, menerima, dan berbicara tentang perasaan-perasaannya.
2) Menyadari bahwa ada hubungan antara emosi dengan tingkah laku sosial.
3) Kemanpuan menyalurkan keinginannya tanpa menggangu perasaan orang lain.
4) Kemampuan untuk peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain.
2) Menyadari bahwa ada hubungan antara emosi dengan tingkah laku sosial.
3) Kemanpuan menyalurkan keinginannya tanpa menggangu perasaan orang lain.
4) Kemampuan untuk peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain.
d.
Perkembangan Bahasa
1. Masa
2,0-2,6 tahun
a) Anak sudah mulai bisa menyusun
kalimat tunggal yang sempurna.
b) Anak sudah mampu memahami tentang perbandingan. Misalnya, anjing lebih besar dari kucing.
c) Anak banyak menanyakan nama dan tempat: apa, di mana, dan dari mana.
d) Anak sudah banyak mengunakan kata-kata yang berawalan dan berakhiran.
b) Anak sudah mampu memahami tentang perbandingan. Misalnya, anjing lebih besar dari kucing.
c) Anak banyak menanyakan nama dan tempat: apa, di mana, dan dari mana.
d) Anak sudah banyak mengunakan kata-kata yang berawalan dan berakhiran.
2. Masa
2,6-6,0 tahun
a) Anak sudah dapat menggunakan kalimat
majemuk beserta anak kalimatnya.
b) Tingkat berfikir anak sudah lebih maju, anak banyak menanyakan soal waktu, sebab-akibat melalui pertanyaan-pertanyaan: kapan, ke mana, mengapa, dan bagaimana.
b) Tingkat berfikir anak sudah lebih maju, anak banyak menanyakan soal waktu, sebab-akibat melalui pertanyaan-pertanyaan: kapan, ke mana, mengapa, dan bagaimana.
Untuk membantu
perkembangan bahasa anak, atau kemampuan berkomunikasi maka orang tua dan guru
seyogianya memfasilitasi, memberi kemudahan, atau peluang kepada anak dengan
sebaik-baiknya, berbagai peluang itu antara lain:
1) Bertutur kata yang baik dengan anak
2) Mau mendengarkan pembicaraan anak
3) Menjawab pertanyaan anak (jangan meremehkan)
4) Mengajak dialog dengan hal-hal sederhana
5) Di sekolah, anak dibiasakan untuk bertanya, mengekspresikan keinginannya, menghafal dan melantunkan lagu dan puisi.
2) Mau mendengarkan pembicaraan anak
3) Menjawab pertanyaan anak (jangan meremehkan)
4) Mengajak dialog dengan hal-hal sederhana
5) Di sekolah, anak dibiasakan untuk bertanya, mengekspresikan keinginannya, menghafal dan melantunkan lagu dan puisi.
e.
Perkembangan Sosial
Pada usia prasekolah, perkembangan sosial anak sudah
tampak jelas, karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman
sebayanya. Tanda-tanda perkembangan sosial pada tahap ini adalah:
1)
Anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik di lingkungan keluarga maupun dalam
lingkungan bermain.
2) Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada peraturan
3) Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain.
4) Anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain, atau teman sebaya (peer group).
2) Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada peraturan
3) Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain.
4) Anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain, atau teman sebaya (peer group).
Untuk
memfasilitasi perkembangan sosial anak, maka guru-guru hendaknya melakukan
hal-hal sebagai berikut:
1) Membantu anak agar memahami alasan tentang diterapkannya aturan, seperti keharusan memelihara ketetiban di dalam kelas, dan larangan masuk atau keluar kelas saling mendahului.
2) Membantu anak untuk memahami, dan membiasakan mereka untuk memelihara persahabatan, kerja sama, saling membantu, dan saling menghargai dan menghormati.
3) Memberikan informasi kepada anak tentang adanya keragaman budaya, suku dan agama di masyarakat, dan perlunya saling menghormati diantara mereka.
1) Membantu anak agar memahami alasan tentang diterapkannya aturan, seperti keharusan memelihara ketetiban di dalam kelas, dan larangan masuk atau keluar kelas saling mendahului.
2) Membantu anak untuk memahami, dan membiasakan mereka untuk memelihara persahabatan, kerja sama, saling membantu, dan saling menghargai dan menghormati.
3) Memberikan informasi kepada anak tentang adanya keragaman budaya, suku dan agama di masyarakat, dan perlunya saling menghormati diantara mereka.
f.
Perkembangan Kepribadian
Pada masa ini, berkembang kesadaran dan kemampuan
untuk memenuhi tuntutan dan tanggung jawab. Oleh karena itu, agar tidak
berkembang sikap membandel, pihak orang tua perlu menghadapinya secara
bijaksana, penuh kasih sayang, dan tidak bersikap keras. Meskipun mereka mulai
menampakkan keinginan untuk bebas dari tuntutan orang tua, namun pada dasarnya
mereka masih sangat membutuhkan perawatan, asuhan, bimbingan, dan curahan kasih
sayang orang tua.
g.
Perkembangan Moral
Pada masa ini anak sudah memiliki dasar tentang sikap
moralitas terhadap kelompok sosialnya (orang tua, saudara dan teman sebaya).
Melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain. Anak akan belajar memahami
tentang kegiatan atau prilaku mana yang baik/boleh/diterima disetujui atau
buruk/tidak boleh/ditolak/tidak disetujui. Berdasarkan pengalamannya itu, maka
pada masa ini anak harus dilatih atau dibiasakan mengenai bagaimana dia harus
dilatih atau dibiasakan mengenai bagaimana dia harus bertingkah laku.
Dalam rangka membimbing perkembangan moral anak prasekolah
ini, sebaiknya orang tua atau guru-guru, melakukan upaya-upaya:
1) Memberikan
contoh atau teladan yang baik, dalam berprilaku atau bertutur kata.
2) Menanamkan kedisiplinan kepada anak, dalam berbagai aspek kehidupan, seperti memelihara kebersihan atau kesehatan, dan tata karma atau budi pekerti luhur.
3) Mengembangkan wawasan tentang nilai-nilai moral kepada anak, baik melalui pemberian informasi, atau melalui cerita.
2) Menanamkan kedisiplinan kepada anak, dalam berbagai aspek kehidupan, seperti memelihara kebersihan atau kesehatan, dan tata karma atau budi pekerti luhur.
3) Mengembangkan wawasan tentang nilai-nilai moral kepada anak, baik melalui pemberian informasi, atau melalui cerita.
h.
Perkembangan Kesadaran Beragama
Kesadaran
beragama pada anak usia ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Sikap keberagamaannya bersifat reprensif (menerima) meskipun banyak bertanya.
2) Pandangan ketuhanannya bersifat antropormorph (dipersonifikasi).
3) Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam) meskipun mereka telah melakukan atau berpartisipasi dalam berbagai kegiatan ritual.
4) Hal ketuhanan dipahamkan secara ideosyncritis (menurut khayalan pribadinya) sesuai dengan taraf berfikirnya yang masih bersifat egosentrik (memandang segala sesuatu dari sudut dirinya).
1) Sikap keberagamaannya bersifat reprensif (menerima) meskipun banyak bertanya.
2) Pandangan ketuhanannya bersifat antropormorph (dipersonifikasi).
3) Penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam) meskipun mereka telah melakukan atau berpartisipasi dalam berbagai kegiatan ritual.
4) Hal ketuhanan dipahamkan secara ideosyncritis (menurut khayalan pribadinya) sesuai dengan taraf berfikirnya yang masih bersifat egosentrik (memandang segala sesuatu dari sudut dirinya).
2.4
Karakteristik Pada Fase Sekolah
Pada usia anak sekolah dasar (6-12
tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelaktual, atau melaksanakan
tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelaktual atau kemampuan kognitif
seperti membaaca, menulis, dan menghitung. Periode ini ditandai dengan tiga
kemampuan atau kecakapan baru, yaitu mengklasifikasikan (mengklompokkan),
menyusun, atau mengasosiasikan (menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau
bilangan.
Usia sekolah dasar ini merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai perbendaharaan kata.
Usia sekolah dasar ini merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai perbendaharaan kata.
Terdapat
dua faktor penting yang mempengaruhi perkembangan bahasa, yaitu sebagai
berikut:
a. Proses jadi matang; dengan perkataan lain anak itu menjadi matang (organ-organ suara/bicara sudah berfungsi) untuk berkata-kata.
b. Proses belajar; anak yang telah matang untuk berbicara lalu mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi atau meniru ucapan/kata-kata yang didengarnya.
a. Proses jadi matang; dengan perkataan lain anak itu menjadi matang (organ-organ suara/bicara sudah berfungsi) untuk berkata-kata.
b. Proses belajar; anak yang telah matang untuk berbicara lalu mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi atau meniru ucapan/kata-kata yang didengarnya.
a.
Perkembangan Sosial
Maksud perkembangan sosial ini
adalah pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga dikatakan
sebagai proses belajar untuk meyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok,
tadisi dan moral (agama). Perkembangan sosial pada anak-anak sekolah dasar
ditandai dengan perluasan hubungan, disamping dengan keluarga juga dia mulai
membentuk ikatan baru dengan teman sebaya (peer group) atau teman
sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas.
Pada usia ini, anak mulai memiliki
kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif
(bekerja sama) atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang
lain). Anak dapat berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya dan
bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok (gang),
dia merasa tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya.
Berkat perkembangan sosial, anak
dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebaya maupun dengan lingkungan
masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan
sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas
kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik (seperti, membersihkan kelas dan
halaman sekolah), maupun tugas yang membutuhkan pikiran (seperti merencanakan
kegiatan camping, membuat laporan study tour).
Tugas-tugas kelompok ini harus
memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk menunjukan prestasinya,
tetapi juga diarahkan untuk mencapai tujuan bersama. Dengan melaksanakan tugas
kelompok, peserta didik dapat belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerja
sama, saling menghormati, bertenggang rasa dan bertanggung jawab.
b.
Perkembangan
Kepribadian
Emosi merupakan salah satu aspek
perkembangan yang melekat pada diri anak-anak. Kondisi emosi itu sendiri dapat
diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu positif (misalnya, gembira) dan
negatif (misalnya sedih). Konsep emosi cukup penting bila dikaitkan dengan
fungsinya dalam hubungan interpersonal. Dalam hal ini, ekspresi emosi akan
menjadi fasilitasi bagi seorang anak untuk dapat mengungkapkan perasaannya,
perilakunya, serta keinginan-keinginannya. Pada hubungan antara anak dan
orangtua, ekspresi emosi merupakan bahasa pertama kali dalam berkomunikasi.
Seorang bayi telah mampu bereaksi terhadap ekspresi wajah dan nada suara orang
tuanya.
Aspek lain dalam perkembangan
kepribadian anak adalah pemahaman atau konsep diri. Pada masa kanak-kanak awal,
anak biasanya memiliki pemahaman diri yang bersifat fisik ataupun aktivitas
yang mereka lakukan. Ketika anak ditanya tentang siapa mereka, maka jawaban
yang muncul biasanya berkisar pada ukuran tubuh atau aktivitas yang
disenanginya. Konsep pemahaman diri ini menjadi lebih bersifat internal pada
masa kanak-kanak menengah dan akhir. Anak-anak yang berada pada tingkat Sekolah
Dasar telah mampu menyebutkan sifat-sifat psikologis dalam mendeskripsikan
dirinya. Di samping itu, aspek sosial cukup memegang peranan besar dalam
memahami konsep dirinya. Pada saat ini, anak mulai membandingkan keadaannya
dengan keadaan orang-orang di sekelilingnya, terutama dengan teman sebayanya.
2.5 Karakteristik Pada Fase Remaja
Fase remaja merupakan segmen
perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ
fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi. Menurut Konopka (Pikunas, 1976)
masa remaja meliputi (a)remaja awal 12-15 tahun, (b)remaja madya 15-18 tahun,
(c)remaja akhir 19-22 tahun. Sementara Salzman mengemukakan, bahwa remaja
merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap
orangtua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual,
perenungan diri dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.
a.
Perkembangan
Sosial
Pada masa remaja berkembang “social
cognition”, yaitu kemapuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang
lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat
nilai-nilai maupun perasaannya. Pemahamannya ini, mendorong remaja untuk
menjalin hubungan sosial yang lebih akrab dengan mereka (terutama teman
sebaya), baik melalui jalinan persahabatan maupun percintaan (pacaran)
Dalam hubungan persahabatan, remaja
memilih teman yang memiliki psikologis yang relatif sama dengan dirinya, baik
menyangkut interes, sikap, nilai dan kepribadian.
Pada masa ini juga berkembang sikap “conformity”,
yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai
kebiasaan, kegemaran (hobby) atau keinginan orang lain (teman sebaya).
Perkembangan sikap konformitas pada remaja dapat memberikan dampak yang positif
maupun yang negatif bagi dirinya.
Apabila kelompok teman sebaya yang
diikuti atau diimitasinya itu menampilkan sikap dan perilaku yang secara moral
atau agama dapat dipertanggungjawabkan, seperti kelompok remaja yang taat
beribadah, memilki budi pekerti yang luhur, rajin belajar dan aktif dalam
kegiatan-kegiatan sosial, maka kemungkinan besar remaja tersebut akan
menampilkan pribadinya yang baik. Sebaliknya, apabila kelompoknya itu
menampilkan sikap dan prilaku malasuay atau melecehkan nilai-nilai moral, maka
sangat dimungkinkan renaja akan menampilkan prilaku seperti kelompoknya
tersebut. Contohnya, tidak sedikit remaja (terutama di kota-kota besar ) yang
menjadi pengindap narkotika, ecstasy, shabu-shabu, minuman keras dan
bahkan free sex, karena mereka bergaul dengan kelompok sebaya yang sudah
biasa melakukan hal-hal tersebut.
Penyesuaian sosial dapat diartikan
sebagai “kemampuan untuk mereaksi secara tepat terhadap realitas sosial,
situasi, dan relasi”. Remaja dituntut untuk memiliki kemampuan penyesuaian
sosial ini, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
b.
Perkembangan
Kepribadian
Kepribadian merupakan sistem yang
yang dinamis dari sifat, sikap dan kebiasaan yang menghasilkan tingkat
konsistensi respons individu yang beragam (pikunas, 1976, dikutip dari buku
Psikologi Pendidikan, 2007). Sifat-sifat kepribadian mencerminkan perkembangan
fisik, seksual, emosional, sosial, kognitif, dan nilai-nilai.
Fase remaja merupakan saat yang
paling penting bagi perkembangan dan intregrasi kepribadian. faktor-faktor dan
pengalaman baru yang tampak terjadinya perubahan kepribadian pada masa remaja,
meliputi (1) perolehan pertumbuhan fisik yang menyerupai masa dewasa; (2)
kematangan seksual yang disertai dengan dorongan-dorongan dan emosi baru; (3)
kesadaran terhadap diri sendiri, keinginan untuk mengarahkan diri dan
mengevaluasi kembali tentang standar (norma), tujuan, dan cita-cita; (4)
kebutuhan akan persahabatan yang bersipat heteroseksual, berteman dengan pria
atau wanita, dan; (5) munculnya konflik sebagai dampak dari masa transisi
antara masa anak dan masa dewasa.
Masa remaja merupakan saat
berkembangnya identity (jati diri). Perkembangan ini merupakan isu
sentral pada masa remaja yang memberikan dasar bagi masa dewasa. Dapat juga
dikatakan sebagai aspek sentral bagi kepribadiaan yang sehat yang merefleksikan
kesadaran diri, kemampuan mengindentifikasi orang lain dan mempelajari
tujuan-tujuan agar dapat berpartisipasi dalam kebudayaannya. Sejak masa anak,
sudah berkembang kesadaran akan diri dan masa remaja merupakan saat pertama
berkembang usahanya yang sadar untuk menjawab pertanyaan “who am I?” (siapa
saya?).
Adapun dalam budaya Amerika, periode
remaja ini dipandang sebagai masa “Strom & Stress”, frustrasi dan , konflik
dan krisis penyesuaian, mimpi dan melamun tentang cinta, dan perasaan
teralineasi (tersisihkan) dari kehidupan sosial budaya orang dewasa (Lustin
Pikunas, 1976).
a.
Masa
remaja awal (sekitar usia 13-16 tahun)
Pada masa ini terjadi perubahan
jasmani yang cepat, sehingga memungkinkan terjadinya kegoncangan emosi,
kecemasan, dan kekhawatiran. Kegoncangan dalam keagamaan ini muncul, karena
disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Mencapai kematangan emosional
merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Dalam menghadapi
ketidaknyamanan emosional tersebut, tidak sedikit remaja yang mereaksinya
secara depensif, sebagai upaya untuk melindungi kelemahan dirinya.
Kematangan emosi ditandai oleh : 1.
adekuasi emosi: cinta kasih, simpati, altruis (senang menolong orang lain), dan
ramah;
2. mengendalikan emosi: mudah tersinggung, tidak agresif, bersikap optimis dan tidak pesimis (putus asa), dan dapat mengatasi situasi frustasi secara wajar.
2. mengendalikan emosi: mudah tersinggung, tidak agresif, bersikap optimis dan tidak pesimis (putus asa), dan dapat mengatasi situasi frustasi secara wajar.
b.
Masa
remaja akhir (sekitar usia 17-21 tahun)
Secara psikologis, masa ini
merupakan permulaan masa dewasa, emosinya mulai stabil dan pemikirannya mulai
matang (kritis). Dalam kehidupan beragama, remaja mulai melibatkan diri ke
dalam kegiatan-kegiatan keagamaan.