PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Strategi Active Learning (Belajar
Aktif)
Menurut Glasgow 1996 (Doing Science), belajar aktif adalah dimana seorang siswa berusaha
sungguh-sungguh untuk mengambil tanggungjawab yang lebih besar pada cara
belajarnya sendiri. Mereka mengambil peran yang lebih dinamis dalam menentukan
bagaimana dan apa yang akan mereka ketahui, apa yang seharusnya mereka bisa lakukan,
dan bagaimana mereka melakukannya. Peran mereka berkembang lebih jauh
kepengolaan pendidikan diri dan memotivasi diri menjadi kekuatan lebih besar di
belakang belajar.
Menurut Modell and Michael 1993, belajar aktif
adalah adanya keterlibatan siswa secara individual di dalam proses membangun
model mental mereka dari informasi yang mereka peroleh. Sedangkan menurut UC
Davis TAC, belajar aktif adalah suatu pendekatan belajar yang melibatkan siswa
sebagai “gurunya sendiri”. Perlu diingat, siswa aktif adalah suatu pendekatan,
bukan metode. Strategi active learning
(belajar aktif) adalah strategi belajar mengajar yang bertujuan meningkatkan
mutu pendidikan. Untuk mencapai keterlibatan siswa agar efektif dan efisien
dalam belajar, dibutuhkan berbagai pendukung dalam proses belajar mengajar,
yaitu dari sudut siswa, guru, situasi belajar, program belajar, dan dari sarana
belajar.
Menurut Ujang Sukanda, metode active learning (belajar aktif) adalah cara pandang yang menganggap
belajar sebagai kegiatan membangun makna atau pengertian terhadap pengalaman
dan informasi yang dilakukan oleh siswa bukan oleh guru, serta menganggap
mengajar sebagai kegiatan menciptakan suasana yang mengembangkan inisiatif dan
tanggungjawab belajar siswa sehingga berkeinginan terus untuk belajar selama
hidupnya, dan tidak bergantung terhadap guru atau orang lain apabila mereka
mempelajari hal-hal yang baru.
Menurut Melvin L. Silberman, strategi active learning (belajar aktif) merupakan
sebuah kesatuan sumber kumpulan strategi pembelajar yang komprehensif, meliputi
berbagai cara untuk membuat peserta didik menjadi aktif. Dari beberapa
pendapat, dapat disimpulkan bahwa strategi active
learning (belajar aktif) adalah salah satu cara atau stategi belajar
mengajar yang menuntut keaktifan serta partisipasi siswa dalam kegiatan belajar
seoptimal mungkin sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara efektif
dan efisien.
B.
Prinsip – prinsip Strategi Active Learning (Belajar Aktif)
Prinsip-prinsip strategi active
learning adalah sebagai berikut :
1. Prinsip
motivasi.
2. Prinsip
latar konteks.
3. Prinsip
keterarahan pada titik pusat atau fokus tertentu.
4. Prinsip
hubungan sosial.
5. Prinsip
belajar sambil bekerja.
6. Prinsip
perbedaan perseorangan.
7. Prinsip
menemukan.
8. Prinsip
pemecahan masalah.
Pada hakikatnya, siswa telah memiliki potensi dalam
dirinya maka guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari dan
menemukan informasi sendiri. Dalam pelaksanaan mengajar hendaknya dapat
diperhatikan beberapa prinsip belajar mengajar pada waktu proses belajar mengajar
agar siswa melakukan kegiatan secara optimal. Oleh karena itu, prinsip-prinsip
tersebut bukan hanya untuk diketahui melainkan yang lebih penting dilaksanakan
pada waktu mengajar sehingga mendorong kegiatan belajar siswa seoptimal
mungkin.
C. Komponen Strategi Active Learning (Belajar Aktif)
Komponen-komponen pendekatan active learning adalah sebagai berikut:
1. Pengalaman
Siswa akan belajar banyak melalui
perbuatan. Pengalaman langsung mengaktifkan lebih banyak indra daripada hanya
melalui pendengaran. Untuk mengenal adanya benda tenggelam dan terapung dalam
air, siswa akan merasa lebih mantap apabila mencobanya sendiri daripada hanya
menerima penjelasan dari guru.
2. Interaksi
Belajar akan berlangsung dengan
baik dan meningkat kualitasnya apabila berdiskusi, saling bertanya dan
mempertanyakan, dan atau saling menjelaskan. Pada saat siswa ditanyakan hal
yang mereka kerjakan, mereka terpacu untuk berfikir menguraikan lebih jelas
sehingga kualitas pendapat itu menjadi lebih baik.
Diskusi, dialog, dan tukar gagasan
akan membantu siswa mengenal hubungan-hubungan baru tentang sesuatu dan
membantu mereka memiliki pemahaman yang lebih baik. Siswa perlu berbicara
secara bebas dan tidak terbayang-bayang rasa takut sekalipun dengan pertanyaan
yang menuntut alasan atau argumen dapat membantu mengoreksi pendapat asalkan
didasarkan pada bukti.
3. Komunikasi
Pengungkapan pikiran dan perasaan,
baik secara lisan maupun tulisan, merupakan kebutuhan siswa dalam mengungkapkan
dirinya untuk mencapai kepuasan. Mengungkapkan pikiran, baik dalam mengemukakan
gagasan sendiri maupun menilai gagasan orang lain, akan memantapkan pemahaman
siswa tentang sesuatu yang sedang dipikirkan atau dipelajari.
4. Refleksi
Apabila siswa mengungkapkan
gagasannya kepada orang lain dan mendapat tanggapan, ia akan merenungkan
kembali gagasannya kemudian melakukan perbaikan sehingga memiliki gagasan yang
lebih mantap. Refleksi dapat terjadi sebagai akibat dari interaksi dan
komunikasi. Umpan balik dari guru atau siswa lain terhadap hasil kerja seorang
siswa, yang berupa pertanyaan yang matang (membuat siswa berpikir), dapat merupakan
pemicu bagi siswa untuk melakukan refleksi tentang apa yang sedang dipikirkan
atau dipelajari.
Adapun pendukung dari komponen
pendekatan active learning adalah
sebagai berikut:
1. Sikap
dan perilaku guru
Dalam menciptakan suasana yang
dapat mengembangkan inisiatif dan tanggung jawab belajar siswa, maka sikap dan
perilaku guru hendaknya:
a. Terbuka,
yaitu mau mendengarkan pendapat siswa.
b. Membiasakan
siswa untuk mendengarkan apabila guru atau siswa berbicara.
c. Mengahargai
perbedaan pendapat.
d. Mendorong
siswa untuk memperbaiki kesalahannya.
e. Menumbuhkan
rasa percaya diri siswa.
f. Memberi
umpan balik terhadap hasil kerja siswa.
g. Tidak
terlalu cepat untuk membantu siswa.
h. Tidak
kikir untuk memuji dan menghargai siswa.
i. Tidak
mentertawakan pendapat atau hasil karya siswa sekalipun kurang berkualitas.
j. Mendorong
siswa untuk tidak takut salah dan berani menanggung resiko.
2. Ruang
kelas yang menunjang aktif
a. Berisikan
banyak sumber belajar.
b. Berisikan
banyak alat bantu belajar.
c. Berisikan
banyak hasil karya siswa.
d. Penataan
letak bangku dan meja siswa.
Komponen belajar aktif dan
pendukungnya menunjukkan adanya upaya saling mempengaruhi dan saling mendukung
antara satu dan yang lainnya, misalnya tampilan siswa, tampilan guru, dan
tampilan ruang kelas. Dengan kata lain, suasana belajar aktif adalah dimana
siswa aktif dalam belajar dan guru aktif dalam kegiatan belajar mengajar (KBM).
D.
Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
1.
Pengertian
Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa
untuk mengalami sendiri, untuk berlatih, untuk berkegiatan, sehingga baik
dengan daya pikir, emosional dan keterampilannya mereka belajar dan berlatih. Pendidik
adalah fasilitator dan perancang suasana kelas demokratis. Kedudukan pendidik
adalah pembimbing dan pemberi arah. Peserta didik merupakan obyek sekaligus
subyek dan mereka bersama-sama saling mengisi kegiatan, belajar aktif dan
kreatif. Disini dibutuhkan partisipasi aktif di kelas, bekerja keras dan mampu
menghargainya, suasana demokratis, saling menghargai dengan kedudukan yang sama
antar teman, serta kemandirian akademis.
Pendekatan ini sebenarnya telah diberlakukan sejak
dahulu. Hanya, kadar keterlibatan siswa itulah yang berbeda. Kalau dahulu guru
banyak menjejalkan fakta, informasi atau konsep kepada siswa, sedangkan saat
ini dikembangkan suatu keterampilan untuk memproses perolehan siswa. Kegiatan
belajar mengajar tidak lagi berpusat pada siswa. Siswa pada hakikatnya memiliki
potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas, maka kewajiban
gurulah untuk merangsang agar mereka mampu menampilkan potensi itu, betapapun
sederhananya.
Melalui pendekatan ini, para guru dapat menumbuhkan
keterampilan-keterampilan pada siswa sesuai dengan taraf perkembangannya
sehingga mereka memperoleh konsep. Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan
untuk memproses sebuah perolehan, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan
sendiri fakta dan konsep, serta mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut.
Proses belajar mengajar seperti inilah yang dapat menciptakan siswa belajar
aktif.
Semua guru profesional dituntut terampil mengajar
tidak semata-mata hanya menyajikan materi ajar. Guru dituntut memiliki pendekatan
mengajar sesuai dengan tujuan instruksional. Menguasai dan memahami materi yang
akan diajarkan agar dengan cara demikian pembelajar akan benar-benar memahami
apa yang akan diajarkan. Piaget memandang akal seorang anak adalah sebagai agen
yang aktif dan konstruktif yang secara perlahan-lahan maju dalam kegiatan usaha
sendiri yang terus-menerus.
Pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) menuntut
keterlibatan mental siswa terhadap bahan yang dipelajari. CBSA adalah
pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif
terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa
memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif,
afektif, maupun psikomotor. Pendekatan CBSA menuntut keterlibatan mental yang
tinggi sehingga terjadi proses-proses mental yang berhubungan dengan aspek-aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Melalui proses kognitif pembelajar akan memiliki
penguasaan konsep dan prinsip. Konsep CBSA yang dalam bahasa Inggris disebut Student Active Learning (SAL) dapat membantu pengajar
meningkatkan daya kognitif pembelajar. Kadar aktivitas pembelajar masih rendah
dan belum terprogram. Akan tetapi, dengan CBSA para pembelajar dapat melatih
diri menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka. Tidak untuk
dikerjakan di rumah tetapi dikerjakan di kelas secara bersama-sama.
2.
Dasar-dasar Pemikiran Pendekatan Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Usaha penerapan dan peningkatan CBSA dalam kegiatan
belajar mengajar (KBM) merupakan usaha “proses pembangkitan kembali” atau
proses pemantapan konsep CBSA yang telah ada. Untuk itu perlu dikaji
alasan-alasan kebangkitan kembali dan usaha peningkatan CBSA dasar dan alasan
usaha peningkatan CBSA secara rasional adalah sebagai berikut:
a.
Rasional atau dasar pemikiran dan alasan
usaha peningkatan CBSA dapat ditinjau kembali pada hakikat CBSA dan tujuan
pendekatan itu sendiri.
Dengan cara demikian pembelajar dapat diketahui
potensi, tendensi dan terbentuknya pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
dimilikinya. Pada dasarnya dapat diketahui bahwa baik pembelajar, materi
pelajaran, cara penyajian atau disebut juga pendekatan-pendekatan berkembang.
Jadi, hampir semua komponen proses belajar mengajar mengalami perubahan. Perubahan
ini mengarah ke segi-segi positif yang harus didukung oleh tindakan secara
intelektual, oleh kemauan, kebiasaan belajar yang teratur, mempersenang diri
pada waktu belajar hendaknya tercipta baik di sekolah maupun di rumah.
b.
Implikasi mental-intelektual-emosional
yang semaksimal mungkin dalam kegiatan belajar mengajar akan mampu menimbulkan
nilai yang berharga dan gairah belajar menjadi makin meningkat.
Komunikasi dua arah (seperti halnya pada teori
pusaran atau kumparan elektronik) menantang pembelajar berkomunikasi searah
yang kurang bisa membantu meningkatkan konsentrasi. Sifat melit yang disebut
juga ingin tahu (curionsity)
pembelajar dimotivasi oleh aktivitas yang telah dilakukan. Pengalaman belajar akan
memberi kesempatan untuk melakukan proses belajar berikutnya dan akan
menimbulkan kreativitas sesuai dengan isi materi pelajaran.
c.
Upaya memperbanyak arah komunikasi dan
menerapkan banyak metode, media secara bervariasi dapat berdampak positif.
Cara seperti itu juga akan memberi peluang
memperoleh balikan untuk menilai efektivitas pembelajar itu. Ini dimaksud
balikan tidak ditunggu sampai ujian akhir, tetapi dapat diperoleh pembelajar
dengan segera. Dengan demikian, kesalahan-kesalahan dan kekeliruan dapat segera
diperbaiki. Jadi, CBSA memberi alasan untuk dilaksanakan penilaian secara efektif,
secara terus-menerus melalui tes akhir tatap muka, tes formatif, dan tes
sumatif.
d.
Dilihat dari segi pemenuhan meningkatkan
mutu pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidik) maka strategi
dengan pendekatan CBSA layak mendapat prioritas utama.
Dengan wawasan pendidikan sebagai proses belajar
mengajar perlu diperhatikan bahwa betapa pentingnya proses belajar mengajar
yang tanggungjawabnya diserahkan sepenuhnya kepada pembelajar. Dalam hal ini
materi pembelajar harus benar-benar dibuat sesuai dengan kemampuan berpikir
mandiri, pembentukan kemauan si pembelajar. Situasi pembelajar mampu
menumbuhkan kemampuan dalam memecahkan masalah secara abstrak, dan juga mencari
pemecahan secara praktik.
3.
Hakikat
Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Hakikat CBSA adalah proses keterlibatan antara
intelektual dengan emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang
memungkinkan terjadinya :
a.
Proses asimilasi atau pengalaman
kognitif, yaitu yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan.
b.
Proses pembuatan atau pengalaman
langsung, yaitu yang memungkinkan terbentuknya keterampilan.
c.
Proses penghayatan dan internalisasi
nilai, yaitu yang memungkinkan terbentuknya nilai dan sikap.
Walaupun
demikian, hakikat CBSA tidak saja terletak pada tingkat keterlibatan intelektual-emosional,
tetapi juga terletak pada diri siswa yang memiliki potensi, tedensi, atau
kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan siswa selalu aktif dan dinamis. Oleh
sebab itu, guru diharapkan mempunyai kemampuan profesional sehingga ia dapat
menganalisis situasi instruksional, kemudian mampu merencanakan sistem
pengajaran yang efektif dan efisien.
4.
Prinsip – prinsip Pendekatan Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA)
Berikut ini adalah prinsip-prinsip pendekatan Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) yang nampak pada empat dimensi, yaitu :
a.
Dimensi siswa atau subyek didik
1)
Keberanian mewujudkan minat, keinginan,
pendapat serta dorongan-dorongan yang ada pada siswa dalam proses
belajar-mengajar. Keberanian tersebut terwujud karena memang direncanakan oleh
guru, misalnya dengan format mengajar melalui diskusi kelompok, dimana siswa
tanpa ragu-ragu mengeluarkan pendapat.
2)
Keberanian mencari kesempatan untuk
berpartisipasi dalam persiapan dan tindak lanjut dari proses belajar mengajar
maupun tindak lanjut dari suatu proses belajar mengajar. Hal ini terwujud bila
guru bersikap demokratis.
3)
Kreativitas siswa dalam menyelesaikan
kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu yang
memang dirancang oleh guru.
4)
Peranan bebas dalam mengerjakan sesuatu
tanpa merasa ada tekanan dari siapapun, termasuk guru.
b.
Dimensi guru
1)
Adanya usaha guru untuk mendorong siswa
dalam meningkatkan kegairahan serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses
belajar mengajar.
2)
Kemampuan guru dalam menjalankan
peranannya sebagai inovator dan motivator.
3)
Sikap demokratis yang ada pada guru
dalam proses belajar mengajar.
4)
Pemberian kesempatan kepada siswa untuk
belajar sesuai dengan caranya serta tingkat kemampuan masing-masing.
5)
Kemampuan untuk menggunakan berbagai
jenis strategi belajar mengajar serta penggunaan multimedia. Kemampuan ini akan
menimbulkan lingkungan belajar yang merangsang siswa untuk mencapai tujuan.
c.
Dimensi program
1)
Tujuan instruksional, konsep serta
materi pelajaran yang memenuhi kebutuhan, minat serta kemampuan siswa yang merupakan
suatu hal yang sangat penting diperhatikan guru.
2)
Program yang memungkinkan terjadinya
pengembangan konsep maupun aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar.
3)
Program yang fleksibel (luwes) yang
artinya dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
d.
Dimensi situasi belajar mengajar
1)
Situasi belajar yang menjelmakan
komunikasi yang baik, hangat, bersahabat, antara guru dengan siswa maupun
antara siswa sendiri dalam proses belajar mengajar.
2)
Adanya suasana gembira dan bergairah pada
siswa dalam proses belajar mengajar.
5.
Rambu – Rambu Pendekatan Cara Belajar
Siswa Aktif (CBSA)
Dalam melakukan pendekatan CBSA, dapat dilihat
berdasarkan :
a.
Pengelompokan siswa
Strategi belajar mengajar yang dipilih oleh guru
harus disesuaikan dengan tujuan pengajaran serta materi tertentu. Ada materi
yang sesuai untuk proses belajar secara individual, akan tetapi ada pula yang
lebih tepat untuk proses belajar secara kelompok. Ditinjau dari segi waktu,
keterampilan, alat atau media serta perhatian guru, pengajaran yang berorientasi
pada kelompok kadang-kadang lebih efektif.
b.
Kecepatan masing-masing siswa
Pada saat-saat tertentu, siswa dapat diberi
kebebasan untuk memilih materi pelajaran dengan media pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan mereka masing-masing. Strategi ini memungkinkan siswa untuk
belajar lebih cepat bagi mereka yang mampu, sedangkan bagi mereka yang kurang,
akan belajar sesuai dengan batas kemampuannya. Contoh untuk strategi belajar
mengajar berdasarkan kecepatan siswa adalah pengajaran modul.
c.
Pengelompokan kemampuan
Pengelompokan yang homogen harus didasarkan pada
kemampuan siswa. Apabila pada pelaksanaan pengajaran untuk pencapaian tujuan
tertentu, siswa harus dijadikan satu kelompok, maka hal ini mudah dilaksanakan.
Siswa akan mengembangkan potensinya secara optimal apabila berada disekeliling
teman yang hampir sama tingkat perkembangan intelektualnya.
d.
Pengelompokan persamaan minat
Guru perlu memberi kesempatan kepada siswa untuk
berkelompok berdasarkan kesamaan minat. Pengelompokan ini biasanya terbentuk
atas kesamaan minat dan berorientasi pada suatu tugas atau permasalahan yang
akan dikerjakan.
e.
Domain-domain tujuan
Strategi belajar mengajar berdasarkan domain atau
kawasan (ranah) tujuan, dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Menurut
Benjamin S. Bloom CS, ada tiga domain, yaitu:
a) Domein
kognitif yang menitik beratkan aspek cipta.
b) Domein
afektif untuk aspek sikap.
c) Domein
psikomotor untuk aspek gerak.
2) Menurut
Gagne, ada lima macam kemampuan, yaitu:
a) Keterampilan
intelektual.
b) Strategi
kognitif.
c) Informasi
verbal.
d) Ketrampilan
motorik.
e) Sikap
dan nilai
Pendekatan CBSA dapat diterapkan dalam setiap proses
belajar mengajar. Kadar CBSA dalam setiap proses belajar mengajar dipengaruhi
oleh penggunaan strategi belajar mengajar yang diperoleh dan terjadinya
asimilasi kognitif pengalaman belajar itu sendiri oleh siswa.
E.
Kreativitas
sebagai Fokus Pendekatan Belajar Aktif
Belajar aktif melibatkan
penggunaan pancaindera. Makin banyak indera yang digunakan makin efektif
kegiatan belajar karena peserta didik akan lebih mudah menangkap apa yang
dipelajari. Penggunaan lebih banyak indera saja tidaklah cukup. Baik untuk
memanfaatkan pancaindera maupun untuk melancarkan kinerja otak, pendekatan
belajar aktif mempersyaratkan gerakan. Karena itu, kebanyakan kegiatan belajar
aktif melibatkan tindakan (action) peserta didik. Gerakan yang berfungsi
memperlancar kinerja otak diwujudkan dalam bentuk tindakan atau action dalam
pendekatan belajar aktif.
Kreativitas mensinergikan
fungsi dan aktivitas belahan kiri dan kanan otak. Dalam praksis di sekolah,
para guru dilatih dan didorong agar menerapkan beragam aktivitas guna
mengembangkan potensi kreatif peserta didik. Kreativitas adalah fokus belajar
aktif yang dilakukan melalui penciptaan ruang bagi peserta didik untuk
berkreasi. Kreativitas utamanya mengandaikan tidak ada penilaian (judgment)
salah-benar dari guru karena kepada peserta didik diberi ruang kebebasan
berekspresi. Guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing peserta didik
untuk menemukan makna dan mengembangkan kompetensi.
F.
Implikasi
Pendekatan Belajar Aktif
1.
Model Pembelajaran PAKEM
a.
Pembelajaran yang aktif
Berarti pembelajaran perlu mengaktifkan
semua siswa dan guru, baik secara fisik ( termasuk segenap indera) maupun
mental, bahkan moral dan spiritual. Misalnya kalau kelas sedang belajar tentang
sifat-sifat air (IPA), lalu ada percobaan atau eksperimen sederhana, sehingga
secara fisik aktif semua indera terlibat, juga berfikir dan menganalisis kenapa
permukaan air selalu datar walaupun wadahnya dimiringkan misalnya, terus dikaitkan
dengan kebesaran Tuhan menciptakan air bagi kesejahteraan hidup manusia, oleh
sebab itu perlu dijaga kelestariannya.
b.
Pembelajaran yang kreatif
Yaitu mempunyai makna, tidak sekedar
melaksanakan dan menerapkan acuan kurikulum, karena kurikulum sekedar dokumen
dan rencana, maka perlu dikritisi, perlu dikembangkan secara kreatif, ada
seribusatu jalan untuk mempelajari dan memperdalam satu kompetensi tertentu.
Jadi ada kreativitas pengembangan kompetensi dasar dan juga ada kreativitas
dalam pelaksanaannya di kelas, termasuk pemanfaatan lingkungan sebagai sumber,
bahan dan sarana untuk belajar.
Lingkungan dapat bermakna lingkungan
fisik, dan sosial, fisik bisa berupa lingkungan alam dan gejala alam sedang
lingkungan sosial merupakan segala perilaku manusia dan hubungannya dengan
manusia lain, maupun terhadap lingkungan alam. Misalnya pasar, sikap
berlalulintas, pelestarian dan perusakan lingkungan oleh manusia dan
sebagainya.
c.
Pembelajaran dikatakan
efektif
Jika mencapai sasaran dan tujuan serta
banyak hal yang yang “didapat” oleh siswa, bahkan gurupun pada setiap kegiatan
pembelajaran mendapatkan “pengalaman baru” sebagai hasil interaksi dua arah
dengan siswanya. Agar kita tahu apakah pembelajaran di kelas kita efektif atau
tidak, setiap akhir pembelajaran perlu kita lakukan evaluasi, evaluasi yang
dimaksudkan disini bukan sekedar tes untuk siswa, tetapi sejenis “perenungan”
yang dilakukan oleh guru dan siswa (refleksi) dan didukung oleh data catatan
guru, salah satunya mungkin hasil latihan/sejenis tes lisan, tulis maupun
perilaku. Kemudian barulah kita simpulkan sudahkah tujuan yang kita tetapkan
telah tercapai, seberapa besar pencapaiannya, apa kekurangan dan kelebihannya
serta apa tindaklanjut dan rencana kita berikutnya, yang berupa program
perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran.
d.
Pembelajaran yang
menyenangkan
Pembelajaran ini harus dimaknai secara
luas tidak sekedar menyenangkan, tetapi pembelajaran juga harus dapat
“dinikmati” oleh pembelajarnya. Pembelajaran dapat dinikmati jika pembelajaran
tersebut “mengasyikkan”. Mengasyikkan tidak sekedar menyenangkan tetapi ada
unsur ketekunan, inner motivation,
setelah mengetahui sesuatu hal selalu ingin tahu lebih lanjut, dan mempunyai
ketahanan belajar lebih lanjut. belajar itu harus Menyenangkan, Mengasyikkan,
Menguatkan dan Mencerdaskan. Selain itu siswa harus dilatih Olah Pikir, Olah
Hati, Olah Rasa dan Olah Raga.
Disisi lain pembelajaran perlu
memberikan tantangan kepada siswa untuk berfikir, mencoba dan belajar lebih
lanjut, penuh dengan percaya diri dan mandiri untuk mengembangkan potensi
positifnya secara optimal. Menjadi manusia yang berkarakter penuh percaya diri,
menjadi dirinya sendiri dan mempunyai semangat kompetitif dalam nuansa
kebersamaan. Sekolah, guru, serta media
dan sarana yang ada hanya mendukung dan memfasilitasi. Namun, walaupun hanya
memfasilitasi sekolah dan guru serta stakeholder lain termasuk pemerintah
haruslah mengupayakan agar potensi yang ada, serta inner motivation dan
kemandirian siswa dapat terbentuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar